Perum Bulog tanggapi tuduhan “mark up” harga impor beras

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Direktur Rantai Pasokan dan Utilitas Perum Bulog Mohamad Suyamto menanggapi tudingan pencungkilan harga (price gouging) impor beras dari Vietnam.

“Perusahaan Tan Long Vietnam yang menawarkan beras tidak pernah menawarkan harga sejak pembukaan tender pada tahun 2024.” Oleh karena itu, tidak ada kontrak impor dengan kami tahun ini,” kata Suamto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Suyamto mengatakan hal itu menanggapi berkembangnya penyelidikan salah satu pihak di Komisi Anti Korupsi (ACC) terhadap usulan perusahaan asal Vietnam bernama Tan Long Group.

Menurut dia, entitas yang dimaksud terdaftar sebagai salah satu mitra usaha impor Perum Bulog, namun tidak pernah menawarkan harga kepada Bulog.

Oleh karena itu, Suyamto menyayangkan tudingan peningkatan impor beras yang berdasarkan fakta.

Sementara itu, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog Sonia Mamoriska mengatakan Bulog menargetkan impor beras dari Kementerian Perdagangan sebanyak 3,6 juta ton pada 2024.

Pada Januari-Mei 2024, volume impor mencapai 2,2 juta ton. Impor dilakukan sewaktu-waktu oleh Bulog dengan memantau neraca beras nasional dan mengutamakan produksi beras dan gabah dalam negeri.

“Kami melanjutkan komitmen untuk tetap menjadi pemimpin terpercaya dalam rantai pasok pangan sehingga dapat berkontribusi lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini sejalan dengan 4 visi transformasi kami,” kata Sonia.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Cabang Bayu Krisnamurthy mengomentari kenaikan impor beras.

Menurut Bayu, hal tersebut disebabkan adanya situasi tabrakan atau bongkar muat.

Menurut Baiu, dalam kondisi tertentu, keterlambatan atau keterlambatan bongkar muat tidak dapat dihindari sebagai bagian dari risiko perpindahan barang impor.

“Jadi misalnya kalau dijadwalkan lima hari diubah menjadi tujuh hari. Mungkin pelabuhannya penuh karena hujan dan pekerjanya tidak ada karena hari libur, kata Bayu.

Bayu mengatakan, dalam memitigasi risiko impor, biaya demurrage dalam kegiatan ekspor-impor harus diperhitungkan. Pembayaran demurrage merupakan bagian dari hasil logis kegiatan ekspor-impor.

“Kami selalu berusaha menekan biaya demurrage, dan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari biaya yang dimasukkan dalam perhitungan pembiayaan perusahaan impor atau ekspor,” kata Bayu.

Dia mengatakan, Perum Bulog kini sedang menghitung total biaya yang harus dikeluarkan, termasuk negosiasi dengan Pelindo, asuransi, dan perusahaan pelayaran.

Menurut Bayu, perkiraan yang harus dibayar tidak lebih dari 3% dari harga pokok produk impor.

Sebelumnya, Perum Bulog dan Riset Demokrasi Populer (SDR) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (CAP) karena diduga menaikkan harga beras impor.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours