Petani penggarap di Subang kebingungan diusir dari lahan garapannya

Estimated read time 3 min read

Subang (Antara) – Ratusan peternak sapi di Kabupaten Subang, Jawa Barat, dibuat kebingungan karena diusir massa saat sedang bertani di lahan peternakannya di Desa Subang Maningsal, Kecamatan Sipunagara.

Ketua Persatuan Petani Sejahtera Tani (P3STL) Asep Hartono di Subang, Jumat, mengatakan petani di Desa Maningsal sudah menggarap lahan tersebut selama bertahun-tahun.

Lahan yang digarap merupakan bekas lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII atau PTPN VIII yang hak garapnya telah habis pada tahun 2002.

Selama dua tahun atau 2002-2004, lahan eks PTPN VIII terbengkalai dan tidak ada yang menggarapnya.

“Semak dan pepohonan liar tumbuh subur sehingga membuat lahan tidak produktif,” ujarnya.

Sejak tahun 2004, warga yang membutuhkan penghasilan lebih memilih bertani di lahan ini.

Penduduk menebangi semak-semak dan pohon-pohon liar, membajak tanah dan kemudian menanam berbagai tanaman.

“Kami menggarap lahan tersebut karena saat itu sudah tidak aktif, lalu kami jadikan sebagai sumber penghasilan keluarga kami, ada yang menanam lada, tebu, dan tebu. Jadi kami manfaatkan tanah negara untuk keamanan. Kami rakyat ,” kata Asep.

Namun saat menggarap lahan tersebut, para petani mendapat informasi bahwa lahan tersebut dikuasai oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI. BPN pada tahun 2004.

Oleh karena itu, ketika kami menggarap lahan tersebut, kami sering mendapat ancaman dari berbagai pihak, mulai dari aparat hingga perampok, dan kami curigai kuat bahwa mereka adalah orang-orang PT RNI. Karena kami diminta untuk meninggalkan lahan yang kami garap, padahal di awal kami bekerja dengan terganggu.

Selain mengancam banyak petani, ia juga melihat hasil panen mereka dirusak oleh sekelompok orang. Kejahatan itu juga dilakukan dengan senjata berat.

Petani mengertakkan gigi sebagai alat berat, tak jarang ambruk, merusak dan menghancurkan pabrik tebu yang siap berproduksi.

“Kami bertekad untuk melawan karena kami merasa memiliki lebih banyak hak atas tanah tersebut karena kami tidak bekerja sejak awal.”

Petani yang tergabung dalam P3STL saat ini berjumlah 170 orang dengan luas lahan pertanian 300 hektare yang seluruhnya berlokasi di Desa Subang Maningsal, Kecamatan Sipunagara.

Mereka mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Subang pada Selasa (16/7) untuk melihat upaya perlawanan yang dilakukan petani.

Mereka mempertanyakan keabsahan sertifikat HGU atas lahan yang mereka garap.

Saat ditanya, BPN Subang belum bisa memberikan jawaban jelas terkait keabsahan HGU tersebut, ujarnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Tani Karawang (Sepetak) Engkos Kosasih, BPN Subang yang memberikan bantuan kepada petani di Desa Manyingsal mengatakan, HIG diberikan kepada RNI oleh BPN Subang.

Saat ditanya langsung, BPN disebut belum bisa memberikan jawaban terkait keabsahan HGU yang diterbitkan kepada RNI.

“Kenapa kita mempertanyakan HGU yang dimiliki RNI? Karena petani di Desa Maningsal menggarap lahan kosong yang katanya dikuasai RNI,” ujarnya.

Para petani telah memanfaatkan lahan tersebut untuk pertanian sejak tahun 2002.

Namun setelah bercocok tanam, para petani terpaksa meninggalkan lahan yang digarapnya bahkan mendapat ancaman dari oknum petugas dan preman yang diduga berada di bawah komando PT RNI. (KR-MAK)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours