Ping Pong PON

Estimated read time 5 min read

Medan dlbrw.com – Lapangan Gelanggang Olah Raga (GOR) di Jalan Arief Rahman Hakim, Kota Medan sangat ramai. Kerumunan besar berkumpul dan beberapa kios pasar putih menonjol dari kerumunan. Mobil bahkan beberapa bus diparkir di beberapa ruas jalan.

Saat kami melewati pintu gedung yang bertuliskan “Gedung Olah Raga Yayasan Masyarakat Angsapura”, orang-orang berseragam olahraga berbagai warna berjejer di tengah lapangan, dengan puluhan lapangan tenis meja sebagai latar belakangnya.

Mereka merupakan atlet-atlet yang berbaris di belakang lambang provinsi Indonesia. berjumlah 22 orang.

Kemudian upacara resmi dimulai dengan Indonesia Raya dan ucapan selamat. Tidak perlu dijelaskan kata lain selain ungkapan yang akan menyebabkan atlet bertepuk tangan tanpa diperintah.

“Kami senang sekali bisa ada tenis meja di PON tahun ini.”

Seandainya api semangat hanya terlihat oleh mata, barangkali percikan api dari tubuh para atletlah yang akan menyulut apinya.

Hiperbola? Ya, tapi pahamilah. Para atlet tenis meja ini harus menunggu selama delapan tahun untuk bisa berlaga di ajang olahraga tingkat nasional, karena tenis meja tidak akan dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua tahun 2021.

Terakhir kali Desi Ramadanti berlaga di tingkat nasional adalah pada usia 16 tahun, delapan tahun lalu, saat mengenakan seragam DKI Jakarta pada PON XIX Jawa Barat 2016.

Pada laga pertama Desi di PON keduanya, ia dibayangi oleh Fitria Anjani Tululi asal Gorontalo yang memberinya kejutan besar. Meski menang dalam tiga set, Desi sempat gugup setelah kalah dari Fitria yakni 11-9, 11-4, dan 11-8.

Senang tentunya. Karena PON ini sudah lama kita tunggu-tunggu,” senyum lebar pun tersungging diiringi manik-manik pertandingan.

Pemain tenis meja asal Provinsi DKI Jakarta, Desi Ramadanti. ANTARA/Aditya Ramazan/am.

Meski terlihat lelah, namun sorot mata Desi seolah ingin bertarung lagi, meraih kemenangan lagi.

Sebab baginya, perjuangan selama satu tahun berlatih terbukti pada momen-momen tersebut. 12 bulan latihan pertarungan, dalam delapan bulan terakhir tingkat latihan menjadi semakin sulit.

Bahkan, selama setahun berlatih, Desi dan rekan-rekannya belum mempunyai gambaran jelas tenis meja PON XXI akan dipertandingkan di Aceh-Sumut.

Pikiran yang menghambat proses latihan, tentang sia-sianya berjuang tanpa perlawanan. Salah satu yang dialaminya adalah saat tenis meja tidak mengikuti PON XX Papua 2021.

“Tentunya kalau tidak ada pertandingan, kami juga tidak mengerti apa sebenarnya tujuan latihan. “Karena tujuan kita tentu saja PON, internasional,” mata Desi yang tadinya begitu terang tiba-tiba menjadi gelap dan suaranya menjadi pelan.

Desi yang tahu betul bagaimana rasanya naik podium dan meraih dua medali emas di PON XIX Jawa Barat delapan tahun lalu, ingin mengulang pengalaman di kota lain. Desi meraih dua emas di nomor beregu putri dan tenis meja putri PON Jawa Barat 2016.

“Insya Allah saya ingin meraih emas lagi dan menjadi juara umum,” mata Desi kembali bersinar.

Petenis meja DKI Jakarta Rina (kiri) Gorontalo mengembalikan bola saat bertanding melawan Anna (kanan), tenis meja PON XXI Aceh – Sumut, GOR Angsapura Medan, Sumut, Selasa (10/10/9/2024). FOTO/Iggoy el Fitra/nz/am.

Berdiri

Dahulu tenis meja pernah menjadi salah satu olahraga yang sukses mengharumkan nama Indonesia. Level tenis meja Indonesia kelas dunia pada tahun 70an dan 90an, atletnya mencapai peringkat 10 besar dan puluhan peringkat. Raja Asia Tenggara, yang disegani di Asia, rutin berpartisipasi dalam Olimpiade.

Indonesia pernah memiliki Sugeng Utomo pada tahun 1970-an yang menempati peringkat kedelapan dunia di ganda putra dan 16 besar tunggal putra. Pada 1980-an, ada Anton Suseno yang berhasil meraih tujuh medali emas SEA Games dan tiga kali berkompetisi di Olimpiade.

Pada era 1990-an, tenis meja Indonesia tak mati bersama salah satu legendanya, Rossi Pratiwi Dipoyanti. Tim tenis meja Indonesia meraih tujuh medali emas pada SEA Games 1993 di Singapura.

Namun kini prestasi tenis meja Indonesia sedang terpuruk.

Tenis meja tak mengikuti PON XX Papua 2021, akhirnya kembali hadir di PON XXI Aceh-Sumut 2024. Tenis meja Indonesia juga tak mengikuti dua edisi SEA Games di Filipina dan Vietnam pada 2019 dan 2021. Kamboja akhirnya kembali berlaga di SEA Games 2023. Tak satupun atlet tenis meja SEA Games 2023 yang sebagian besar berlaga di PON Aceh-Sumut, kembali tanpa medali.

Petenis meja Indonesia yang dulu dikenal mendunia, kini bersaing di tingkat Asia Tenggara. Bahkan bisa berkompetisi di tingkat nasional seperti PON membuat saya sangat senang.

Atlet dan prestasi tenis meja Indonesia telah menjadi korban gejolak tata kelola badan pengelola olahraga ini selama lebih dari satu dekade.

Ada Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) dan Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI) yang mengaku sebagai organisasi sah namun saling serang. organisasi ilegal.

Alhasil, atlet dan prestasi tenis meja Indonesia dikorbankan. Tidak ada program, tidak ada kompetisi, atlet harus memutuskan sendiri.

Indonesia yang sempat menjadi raja di Asia Tenggara kini justru sebaliknya dan berada di posisi terbawah klasemen.

“Kita tertinggal. Tahun 90-an kita mendominasi tenis meja. Di Asian Games kita selalu juara umum. Tapi kemarin kita lihat kita hancur di Kamboja,” kata Wahyudin Noor, manajer tim tenis meja DKI Jakarta. , ia menargetkan membawa timnya menjadi juara umum tenis meja PON XXI.

Ia mengatakan, peringkat dunia tenis meja Indonesia turun drastis. Bahkan, Vietnam dan Malaysia yang dulu mudah dikalahkan Indonesia, kini posisinya lebih tinggi dari Indonesia.

Kini dengan ikutnya tenis meja di PON XXI Aceh-Sumut menjadi oase bagi para atlet tenis meja Tanah Air yang haus berkompetisi.

PON XXI bisa menjadi landasan bagi tenis meja Indonesia untuk bangkit dan mengejar ketertinggalannya.

Legenda tenis meja Indonesia Anton Suseno yang saat ini menjabat sebagai pelatih tim tenis meja Jawa Barat meyakini bakat tenis meja tidak hanya ada di Pulau Jawa saja, melainkan sudah tersebar merata di berbagai daerah di Indonesia.

Menurutnya, potensi tersebut perlu dikembangkan melalui program pelatihan jangka panjang, selain banyak kompetisi.

Anton mengatakan, dua faktor utama kesuksesan seorang atlet adalah seberapa baik mereka berlatih dan seberapa sering mereka bertanding.

– Bagaimana Anda bisa sukses jika Anda tidak tahu di mana harus berlatih dan kapan harus mengikuti kompetisi?

Anton yakin tenis meja Indonesia bisa kembali ke kejayaannya.

Para pemain tenis meja mengharapkan hal yang sama. Agar tidak bermimpi, untuk saat ini persaingan yang konsisten saja sudah cukup.

“Tenis meja Indonesia diharapkan tetap seperti sekarang, terus berkembang, dan para atlet juga meraih kesuksesan. Kedepannya pemerintah bisa menyelenggarakan banyak pertandingan dan liga di Indonesia,” pungkas Desi dengan harapannya. .

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours