PLN sebut perubahan iklim dapat kurangi 75 persen produksi PLTA

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Chief Financial Officer PT PLN Nusantara Power Finance Dwi Hartono mengatakan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim berdampak besar terhadap operasional perusahaan. Misalnya, kekeringan tahun lalu di Sulawesi Selatan mengurangi kapasitas pembangkit listrik tenaga air sebesar 75%. persentase.

“Tahun lalu terjadi kekeringan di Sulawesi Selatan… Ya, Pengoperasian pembangkit listrik tenaga air kami terkena dampaknya, dan kami hanya mampu memproduksi 200 MW dari 800 MW, dan kehilangan sekitar 75 persen listrik kami. kata Dwi Hartono di Jakarta, Rabu.

Untuk menghindari kelangkaan pasokan, kata dia, pihaknya meningkatkan produksi listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar lain atau gas alam yang biaya pengoperasiannya lebih mahal.

Sebagai perbandingan, PLTA dan PLN bisa menghasilkan listrik 1 KWH dengan biaya sekitar Rp600, ujarnya.

“Saat ini penggunaan minyak pemanas bisa mencapai Rp 2.500 per 1 KWH. “Jadi berapa KWH yang dihasilkan di Sulsel saat itu, ditanggung untuk operasi ini,” kata Dwi.

Ia mengatakan, perubahan iklim menyebabkan terlalu banyak hujan, tidak hanya pada musim kemarau, tetapi juga mengganggu aktivitas produksi terkait pengoperasian pembangkit listrik tenaga batu bara.

Dia mengatakan, musim hujan yang berkepanjangan dapat mengganggu pengadaan komoditas pertambangan karena kendala transportasi dan kekurangan pangan.

“Ketika ada kekurangan batu bara, kita terpaksa menggunakan bahan bakar lain seperti gas atau gas, yang juga akan berdampak pada anggaran perusahaan,” kata Dwi.

Namun, perubahan iklim menghadirkan tantangan sekaligus peluang, katanya.

Misalnya, Meskipun musim kemarau memberikan tantangan bagi operasional PLTA; Situasi ini memberikan peluang untuk meningkatkan pembangkitan listrik dari PLTS.

Oleh karena itu, selalu ada dua pihak yang bisa kita ambil manfaatnya dalam hal ini, tambahnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours