Polemik Demurrage Impor Beras, Pemerintah Disarankan Serap Gabah Petani Lebih Banyak

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Ketua Umum Serikat Tani Indonesia Hendry Sarajeh menjelaskan skandal penundaan impor beras senilai Rp294,5 miliar merupakan bukti kegagalan Papanas dan Bulog dalam mencapai ketahanan pangan nasional.

Hendry, sapaannya, menjelaskan kegagalan tersebut terwujud karena setelah terungkapnya skandal demurrage Rp 294,5 miliar, harga beras tiba-tiba menjadi mahal dan nilai impor naik hingga 6 juta ton pada 2024.

“Saya katakan (karena penundaan) pemerintahan Jokowi gagal. Pemerintah sejak awal menyatakan ingin menghentikan impor beras, lalu mengapa sekarang, setelah masa jabatannya berakhir, impor beras terakhir? Impor beras tahun ini mencapai 6 juta ton, ujarnya, Kamis (8/8/2024).

Hendry menilai impor beras tidak boleh lagi diekspor setelah terungkapnya skandal demurrage senilai Rp 294,5 miliar. Apalagi, kata Hendry, setiap kali pemerintah mengimpor beras selalu menimbulkan permasalahan jangka panjang.

“Iya, bagi kami jelas tidak perlu impor beras. Karena masalah impornya akan lama (seperti denda demurrage),” tegasnya.

Ia menambahkan, daripada terus mengimpor beras, sebaiknya pemerintah fokus menyerap gabah petani. Ia menambahkan, impor beras sangat merugikan petani Indonesia.

“Membawa beras dari luar negeri berpotensi menimbulkan kendala administratif dan kualitas, dan tentunya merugikan perekonomian nasional, baik petani maupun devisa negara. Sebaiknya fokus pada penyerapan gabah,” ujarnya.

Sekadar informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kajian Kerakyatan (SDR) telah berkoordinasi mengusut data keterlibatan Babanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda impor beras senilai Rp 294,5 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Babanas dalam skandal denda keterlambatan sebesar Rp 294,5 miliar.

Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Kajian Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto saat memberikan update perkembangan laporannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar.

“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dumas menelepon pada 11 Juli 2024 pukul 16.11 WIB. Meminta keterangan atas data yang diberikan SDR,” kata Hari, Minggu (4/8/2024).

Sebelumnya, dokumen hasil kajian ad hoc tim peneliti terhadap kegiatan pengadaan beras di luar negeri menemukan adanya permasalahan pada dokumen impor yang mengakibatkan denda keterlambatan atau denda sebesar Rp294,5 miliar.

Dalam penjelasannya, tim Riviu menyampaikan adanya permasalahan pada dokumen impor yang kurang baik dan lengkap sehingga menyebabkan dikenakannya biaya demurrage atau denda terhadap beras impor dari Babanas-Bulog yang masuk ke kawasan pabean/pelabuhan Sumut, DKI. Jakarta, Banten. Dan Jawa Timur.

Akibat dokumen impor yang tidak tepat dan tidak lengkap serta permasalahan lainnya, menyebabkan dikenakannya demurrage atau denda impor beras Bulog-Bapanas senilai Rp 294,5 miliar. Dengan rincian Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp177 miliar.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours