Polisi: Pengancam pernah bekerja sebagai sekuriti di rumah Ria Ricis

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Kabid Humas Pola Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pelaku pemerasan dan pengancaman Ria Ricis AP (29 tahun) berprofesi sebagai satpam atau satpam di rumah korban.

Pelaku memang mantan satpam di rumah korban (Ria Ricis), ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu.

Namun Ade Ary tidak menjelaskan sudah berapa lama AP bekerja di rumah Ria Ricis, ia hanya menjelaskan pelaku terluka karena dipecat atau dipecat.

“Dia terluka karena dipecat dari pekerjaannya sebagai keamanan,” kata Ad Ali.

Mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan ini juga menjelaskan, sakit hati akibat pemecatan korban juga menjadi alasan pelaku melakukan ancaman dan pemerasan.

“(Sakit hati dan kebutuhan ekonomi) berpadu makanya kami sebutkan angka yang lumayan besar yaitu 300 juta rupiah,” kata Ade Ary.

Ad Ali juga mengatakan kemungkinan akan memanggil Lea Risis dan beberapa saksi lagi untuk dimintai keterangan kembali terkait kasus tersebut.

Kompol Ade Safri Simanjuntak Kompol Ade Safri Simanjuntak mengatakan, motif sementara dugaan AP (29) melakukan pemerasan dan pengancaman terhadap publik figur Ria Yunita atau akrab disapa Ria Ricis adalah finansial.

Oleh karena itu, motif pidana tersangka AP saat ini adalah motivasi finansial, katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (11/6).

Ad Safri menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka AP adalah mengakses atau meretas sistem elektronik yang berisi informasi jurnalis atau dokumen elektronik pribadi secara ilegal.

“Ini adalah ancaman terhadap korban melalui media elektronik, melalui manajer atau asisten korban, menuntut uang sebesar Rs 30 crore dari korban,” kata Ade Savery.

AP sendiri disangkakan sebagai tersangka pelanggaran Pasal 27B(2) dan Pasal 45, melakukan ancaman melalui media elektronik dan/atau memperoleh akses tanpa izin (pelanggaran hak) terhadap sistem elektronik orang lain, dan/atau pasal. 30 Pasal 46 (2) dan/atau Pasal 32 (1) dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ancaman hukumannya maksimal delapan tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar, kata Ade Safri.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours