PP 28/2024 Beri Kepastian Bagi Dunia Usaha di Sektor Kesehatan

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Implementasi UU Kesehatan no. 17 Tahun 2023 dan Anggaran Rumah Tangganya melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. Peraturan baru ini dinilai sudah cukup untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, melindungi masyarakat, melindungi kepentingan masyarakat, dan membantu menyelesaikan berbagai permasalahan kesehatan di Indonesia. Namun, ada banyak tantangan yang patut diwaspadai.

Peraturan baru ini mendapat penilaian positif karena dirasa dapat digunakan di seluruh bidang kesehatan di Indonesia. Seperti mengatur berbagai upaya perbaikan, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sekaligus mengatur kewenangan dan tanggung jawab tenaga kesehatan.

Menurut CEO Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, UU Kesehatan no. 17 Tahun 2023 merupakan hal yang sangat penting dalam mengakui kewibawaan UUD 1945, sehingga menjamin eksistensi negara dalam peraturan kesehatan di Indonesia.

“Inisiatif kesehatan ini bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan tertinggi bagi masyarakat. “Kami mengapresiasi niat baik pemerintah,” kata Piter.

“Namun UU Kesehatan masih menyisakan banyak tantangan besar, terutama dalam pengawasan terhadap seluruh pasal-pasal yang terdapat dalam UU Kesehatan dalam hukum administrasi Pemerintah dan hukum praktis lainnya,” ujarnya.

Piter mencontohkan tantangannya. Di satu sisi, PP memberikan kepastian hukum. Namun di sisi lain, PP ini dapat menimbulkan kebingungan yang dapat mempengaruhi upaya masyarakat dan perekonomian.

Piter menjelaskan, UU Kesehatan dan PP Nomor 28 memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha yang bergerak di bidang kesehatan. Perusahaan dapat kembali fokus dalam mengembangkan usahanya dan memenuhi kebutuhan pelanggan karena merasa mempunyai batasan atau pagar yang jelas sehingga tidak keluar dari arus hukum.

Mengenai kesehatan bayi, PP no. 28 Tahun 2024 menyatakan bahwa semua bayi berhak menerima air susu ibu (ASI) eksklusif dari anaknya sampai dengan 6 (6) bulan, kecuali yang mempunyai gelar dokter. Pengecualian terkait indikasi medis ini juga sejalan dengan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI (Kode WHO).

“Dengan kata lain, PP No. 28 Tahun 2024 mengakui bahwa ASI dapat digunakan sebagai pengganti ASI apabila susu khusus tidak dapat disediakan dan tidak tersedia. Ini sebagai salah satu cara untuk membuktikan dan memastikan bahwa bayi usia 0-6 bulan sudah bisa mengonsumsi ASI, kata Piter.

Piter berharap pemerintah dapat menjaga situasi baik ini untuk mencoba memperbaiki kondisi kesehatan dan perekonomian. Langkah-langkah pengendalian yang lebih baik diperlukan untuk meningkatkan tingkat penyapihan, meningkatkan pengurangan penyakit dan mempertahankan kontribusi industri makanan terhadap perekonomian.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours