PP Kesehatan Dinilai Memberatkan, Pengusaha Kirim Pernyataan Sikap ke Jokowi dan Prabowo

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama lebih dari 20 asosiasi lintas sektor terkait menandatangani pernyataan atau petisi yang memuat aspirasi Peraturan Pemerintah (PP) no. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Petisi tersebut nantinya akan dikirimkan kepada pemerintah dan presiden yang baru terpilih.

APINDO mengingatkan, adanya kekhawatiran pasal-pasal bermasalah di PP 28 dan RPMK dapat menimbulkan instabilitas di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem industri tembakau (IHT).

Wakil Ketua Umum APINDO Frankie Cibarani mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai koordinasi dan kajian padahal nyatanya PP ini cukup memberatkan beberapa sektor antara lain industri, pedagang, petani bahkan konsumen.

“Dalam hal ini tentunya kami diminta aktif memberikan masukan dalam rangka penerbitan peraturan turunan menteri. Persoalan besarnya di mana PP 28, yang kita lihat ada 2 atau 3 asas yang kita anggap prosesnya atau isinya tidak sesuai,” kata Franki dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (11 September 2024).

Menurut Franki, Indonesia juga sedang dalam masa transisi menuju pemerintahan baru dimana banyak pekerjaan rumah yang tidak mudah, termasuk membenahi PMI manufaktur.

Artinya, industri sedang mengalami kontraksi akibat penurunan permintaan pasar baik global maupun lokal. Artinya, jika aturan ini terus ada, maka penurunannya akan berkepanjangan, jelas Franki.

Oleh karena itu APINDO dan asosiasi terkait lainnya meminta Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto menghentikan pembahasan PP 28.

“Teman-teman bilang diskusi akan berhenti. Dan mereka meminta kepada Presiden, mungkin nanti bersama-sama kita akan mengirimkan petisi ini bersama dengan surat, tentunya kepada Presiden Jokowi dan kepada Presiden baru terpilih Pak Prabowo Subianto untuk menghentikan atau menghentikan dulu penerapan PP 28, jadi itulah harapannya. dari “produk industri tembakau dan turunannya,” kata Franki.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Produsen Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, menegaskan betapa besar dampak yang akan dirasakan petani tembakau jika ketentuan ini diterapkan secara tegas.

“Petani yang menanam tembakau menggantungkan penghidupannya pada industri ini. Regulasi yang tidak memperhatikan keberlanjutan sektor pertanian akan berdampak buruk bagi petani dan mereka yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal,” kata Agus.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Nayoan juga mengungkapkan keprihatinannya atas dampak kebijakan yang terlalu ketat terhadap pertumbuhan rokok ilegal.

“Rokok ilegal akan semakin bertambah jika peraturan yang diterapkan benar-benar memberikan tekanan pada industri resmi.” Pengemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk mengurangi prevalensi rokok, dan hanya akan membuka jalan bagi produk-produk ilegal yang akan merugikan negara.” dari sisi penerimaan cukai,” jelas Henry.

Berikut isi poin-poin penting posisi bersama asosiasi cabang dan APINDO:

1. Ketidaksepakatan terhadap peraturan standarisasi kemasan polos dengan menghilangkan identitas merek produk tembakau dalam RPMK yang akan segera disahkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Hal ini berpotensi mendorong maraknya produk-produk terlarang yang merugikan semua pihak dan menggerogoti pendapatan negara.

Dalam praktik di lapangan, perokok ilegal bisa seenaknya memalsukan kemasan resmi produk rokok dan tidak membayar pajak konsumsi. Hal ini jelas berdampak negatif terhadap seluruh rantai industri tembakau Indonesia dan juga negara. Oleh karena itu kami meminta pemerintah tidak lagi mendukung penyebaran rokok ilegal dengan mendorong regulasi yang berlebihan.

2. Tidak menetapkan batasan maksimal tar dan nikotin pada produk tembakau.

Industri tembakau Indonesia memiliki ciri khas yang harus kita jaga sebagai bagian dari kekayaan budaya kita. Penerapan batasan tar dan nikotin akan membatasi hal ini dan berpotensi mengancam pendapatan produsen tembakau lokal.

3. Tidak memberlakukan larangan zonal terhadap penjualan dalam radius 200 meter, mengingat sudah ada batasan umur untuk membeli produk tembakau, serta tidak memberlakukan larangan zonal terhadap iklan luar ruang dalam radius 500 meter untuk titik iklan. . yang saat ini sedang beroperasi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours