PPI Tiongkok dorong kesadaran pelajar untuk atasi perubahan iklim

Estimated read time 4 min read

Beijing (ANTARA) – Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) China menggelar Simposium dan Kongres Nasional ke-12 bertema “Energi Terbarukan dalam Keberlanjutan” untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa dalam mengambil langkah mengatasi perubahan iklim dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan.

“Topik ini kami bawakan sebagai ‘wake up call’ agar generasi muda dapat mulai bergerak di bidang ‘energi terbarukan’, meskipun hasil dari simposium ini mungkin baru terlihat dalam 15 hingga 20 tahun mendatang”. kata Presiden PPI China Christiady Senjaya Leo di Beijing, China, Sabtu.

Simposium ini dihadiri lebih dari 50 mahasiswa yang mewakili 29 cabang PPI China yang tersebar di beberapa provinsi di China.

“Topik yang kita pilih tahun ini merupakan topik yang mendesak bagi Indonesia karena negara kita memiliki potensi yang sangat besar di bidang energi terbarukan dan mungkin merupakan satu-satunya negara yang memiliki seluruh energi terbarukan, namun dengan semua potensi besar itu kita juga memerlukannya. sumber daya.” . Manusia yang hebat dan cakap seperti kita,” tambah Christiady, seorang mahasiswa di East China Normal University di Shanghai.

Sementara itu, Koordinator Fungsi Sosial, Informasi, dan Budaya KBRI Beijing Dewi Avilia mengatakan, isu energi terbarukan sangat relevan bagi Indonesia dan China serta hubungan antar negara. keduanya. negara.

“Tahun depan kita juga akan merayakan 75 tahun hubungan Indonesia dan Tiongkok, kita berharap pelajar Indonesia juga bisa merayakannya dengan jaringannya masing-masing,” kata Dewi.

Sementara itu, Direktur ICBC Indonesia Fransisca Nelwan Mok yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan, perbankan di Indonesia saat ini sudah memiliki “sustainable finance” yang artinya perbankan juga mempertimbangkan dampak keberlanjutan dalam memberikan kredit kepada perusahaan.

“Misalnya kita akan menanyakan apakah perusahaan yang memproduksi kayu mengajukan kredit, apakah kayu tersebut ‘lestari’ atau tidak, apakah memiliki sertifikat atau tidak, sehingga tidak menebang saja. karena itu penting bagi generasi mendatang,” kata Fransisca. Simposium Nasional dan Kongres Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) ke-12 di Beijing, China pada Sabtu (13/7/2024). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Dalam seminar bertajuk “Let’s Stop Thinking About Doing: Memahami dan Memahami Urgensi Krisis Iklim”, pembicara Gatot Gunarso, mahasiswa doktoral di Universitas Beihang dan profesor di Universitas Kristen Krida Wacana, mengatakan dampak pemanasan global akan sangat terasa. lebih banyak di kota-kota pesisir.

“Kota-kota pesisir akan lebih merasakan dampaknya, misalnya kota-kota di Eropa, karena dengan kenaikan suhu 1 derajat saja bisa banjir hingga 4 meter, sehingga harus membangun tanggul, meski pasti ada ‘titik kritis’. ‘.’ (titik batasannya) tidak bisa membangun tanggul yang sangat tinggi,” kata Gatot.

Dampak lainnya, ketika suhu udara naik, sumber utama air tawar, termasuk pegunungan es Himalaya, akan hilang sehingga banyak sungai yang mengering.

Itu pula yang menyebabkan Tiongkok sangat mementingkan penanganan dampak perubahan iklim agar tidak terjadi kekeringan, agar gurun pasir tidak semakin luas, agar hari ini tidak terjadi banjir, namun besok panas sekali, kata Gatot.

Salah satu yang bisa dilakukan mahasiswa, menurut Gatot, adalah mengubah pola pikir dan kebiasaannya.

“Misalnya tidak terlalu banyak menggunakan kendaraan pribadi, tidak perlu menyalakan AC atau pemanas ruangan dengan suhu maksimal, dan jika sudah terbentuk mentalitas ini, jika Anda pernah bekerja di perusahaan atau di pemerintahan, maka keputusan akan diambil. yang kalian buat akan lebih berwawasan lingkungan,” tambah Gatot.

Gatot mencontohkan, pada tahun 2014 di Beijing, saat musim panas, terjadi kabut yang berbau tidak sedap.

“Tapi itu bukan kabut seperti di pegunungan, tapi bau kabut toilet yang menggunakan belerang. Namun, pemerintah China berani menghentikan 108 pembangkit listrik tenaga batu bara agar bisa didekarbonisasi sebelum tahun 2050 dan menjadi netral karbon, lalu “Pemerintah ini juga memberikan subsidi besar untuk penggunaan sel surya dan kendaraan listrik. Saya kira itu keputusan yang logis,” jelas Gatot.

Namun, salah satu permasalahan yang belum terselesaikan adalah kemana perginya limbah baterai kendaraan listrik.

“Tetapi jika tidak ada kendaraan listrik, maka tidak akan ada dunia seperti yang kita kenal sekarang, jadi Anda benar-benar perlu mengambil keputusan di antara pilihan-pilihan buruk yang ada saat ini,” kata Gatot.

PPI milik China sendiri telah mendapat pengakuan dan Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Terbentuknya legitimasi Himpunan Mahasiswa merupakan pelengkap yang lebih kuat dari Surat Keputusan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang dikeluarkan pada tahun 2015.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours