Pralaya Medang, Cerita Pilu Keruntuhan Mataram Kuno dan Petaka Cinta Airlangga

Estimated read time 2 min read

Airlanga menjadi raja besar di Pulau Jawa setelah terbentuknya Kerajaan Kahuripan. Merupakan suku Mataram kuno dari keluarga Isiana pada masa pemerintahan Raja Mapu Sindok.

Saat itu Mataram Lama sudah memindahkan ibu kotanya ke Pulau Jawa bagian timur.

Airlanga merupakan generasi ketiga dari Mpu Sindok. Orang tua Sri Isanatungwijaya menikah dengan Sri Lokpala yang melahirkan seorang putra yang diberi nama Makutawangasvardhan.

Potret Sri Makutawangasvardhana kemudian menikah dengan Dharmamodyana, putra keluarga Varmadeva di Bali, dan dikaruniai tiga orang anak, Airlanga, Markata Pangkaja, dan Anak Wungsu.

Citranya tumbuh di lingkungan kerajaan saat remaja. Namun ketika beranjak dewasa, Airlanga hampir saja tewas karena serangan dan serangan dadakan dari musuh Mataram lama.

Parahnya, Airlanga saat itu sedang mengadakan pesta pernikahan di Kota Tua Mataram. Sebagaimana diuraikan dalam buku “Biografi Airlanga Seorang Raja Reformator Jawa Abad Kesebelas”, pernikahan Airlanga tiba-tiba berakhir setelah penyerangan Wuravuri.

Tak cukup mengganggu pesta pernikahan Airlanga, penyerangan tersebut menghancurkan Mataram lama. Istana Mataram lama dihancurkan oleh sekutu Kerajaan Sriwijaya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur saat ini.

Putrinya sekaligus istrinya Airlanga dan Dharmawangsa Teguh juga tewas mengenaskan dalam kejadian tersebut. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1016 ini dikenal dengan nama Pralaya Medang.

Beruntung Airlanga berhasil lolos dari maut, lolos dari upaya pembunuhan dan kabur ke hutan bersama anak buahnya yang bernama Narottama. Kisah penyerangan Wuravari terhadap Mataram kuno diceritakan dalam teks Jawa kuno Pukangan.

Baca Juga:

Saat ini, catatan Pukangan menyebutkan bahwa Airlanga masih muda dan kurang memiliki kemampuan militer dan persenjataan. Namun karena kelahiran Dewa Wisnu, mereka tidak dapat dimusnahkan oleh kekuatan air bah yang besar.

Kemudian ia tinggal di hutan di tepi Gunung Arjuno dan menjadi sahabat seorang pendeta shaleh dan abdinya yang setia Narottama. Airlanga hidup seperti harimau ketika tinggal di hutan pegunungan ini.

Mereka mengenakan pakaian kulit kayu dan memakan apa pun yang dimakan pendeta. Airlanga tinggal di hutan dan tidak lupa menyembah dewa siang dan malam. Itulah sebabnya para dewa sangat mencintainya.

Ia berharap Airlangga menemukan pohon tersebut untuk melindungi dunia, memulihkan bangunan suci dan menghancurkan semua kekuatan jahat di dunia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours