Profil Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir yang Eksekusi Ulama Sayyid Qutb

Estimated read time 3 min read

Jakarta – Gamal Abdel Nasser adalah presiden kedua Mesir yang berkuasa pada tahun 1956 hingga 1970.

Ia berperan dalam penggulingan Raja Farouk pada era monarki pada tahun 1952.

Nasser dikenal sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di Mesir dan dunia Arab, menjadi tokoh kunci kebangkitan nasionalisme Arab.

Namun, ia mewarisi sejarah kontroversial setelah pemerintahnya mengeksekusi Seyyed Ibrahim Hussein Shadili Qutb, salah satu ulama besar Mesir, pada tahun 1966. Ulama tersebut ditangkap dan dieksekusi dengan cara digantung dengan tuduhan melakukan konspirasi untuk menggulingkan pemerintahan Nasser.

Profil Gamal Abdel Nasser

Gamal Abdel Nasser lahir pada tanggal 15 Januari 1918 di Alexandria, Mesir. Ia merupakan anak kedua dari enam bersaudara yang berasal dari keluarga sederhana.

Ayahnya, Abel Nasr, bekerja sebagai pegawai pemerintah, dan ibunya, Fahima, adalah seorang ibu rumah tangga.

Lingkungan keluarga yang mendorong pendidikan dan kesadaran politik menjadi landasan penting dalam kehidupan Nasser.

Nasser menerima pendidikan dasar di sekolah lokal sebelum melanjutkan ke sekolah menengah di Alexandria.

Ketertarikan Nasr terhadap politik mulai tumbuh ketika ia masih duduk di bangku sekolah. Pada tahun 1936, Nasser masuk Akademi Militer Mesir, di mana ia aktif dalam organisasi mahasiswa melawan kolonialisme Inggris.

Pendidikan militernya membentuk pandangan politiknya dan membekalinya dengan keterampilan kepemimpinan yang akan membantunya dalam karir politiknya di kemudian hari.

Nasser memulai karir politik aktifnya setelah berpartisipasi dalam kudeta yang dikenal sebagai Revolusi 1952.

Bersama kelompok yang bernama “Perwira Bebas”, ia berhasil menggulingkan kerajaan Raja Farouk.

Pada tahun 1954, Nasser diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) dan kemudian menjabat sebagai Presiden Mesir pada tahun 1956 setelah pengunduran diri Perdana Menteri.

Sebagai presiden, Nasser dikenal karena kebijakan nasionalisme Arab dan sosialismenya.

Dia melakukan reformasi agraria yang signifikan, memodernisasi sektor pendidikan, dan mendorong industrialisasi.

Salah satu momen bersejarah kepemimpinannya adalah nasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956 yang tidak hanya meningkatkan statusnya di Mesir, tetapi juga di dunia Arab.

Nasser juga mencoba membentuk Liga Arab untuk meningkatkan kerja sama antar negara-negara Arab, meski hasilnya seringkali terbatas.

Ini menjadi simbol kebangkitan nasionalisme Arab dan mendapat dukungan luas dari masyarakat Mesir dan negara Arab lainnya.

Nasser meninggal pada 28 September 1970 setelah menderita serangan jantung. Warisannya dalam politik Mesir dan dunia Arab terus mempengaruhi perkembangan regional saat ini.

Sejarah Eksekusi Ulama Syed Qutb

Said Ibrahim Hussein Shadili Qutb, lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 dan meninggal pada tanggal 29 Agustus 1966, adalah seorang sarjana besar Mesir, ahli teori politik dan revolusioner.

Dia terdaftar sebagai anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin. Ia dijuluki sebagai “Bapak Jihadisme Salafi”, doktrin agama-politik yang mendasari akar ideologi organisasi jihad global seperti al-Qaeda.

Said Qutb menulis banyak buku, 24 diantaranya diterbitkan dan sekitar 30 lainnya tidak diterbitkan karena berbagai alasan – terutama kehancuran negara.

Lingkaran dalam “Sid Qutb” sebagian besar terdiri dari politisi, intelektual, penyair, dan tokoh sastra berpengaruh, baik seusianya maupun generasi sebelumnya.

Pada pertengahan tahun 1940-an, banyak tulisannya dimasukkan dalam kurikulum sekolah, perguruan tinggi, dan universitas.

Syed Qutb ditangkap pada tahun 1965 atas tuduhan keterlibatan dalam konspirasi untuk menggulingkan pemerintahan Nasser.

Nasser melihat Qutb dan para pengikutnya sebagai ancaman terhadap stabilitas negara.

Meski Qutb dan kelompoknya tidak terbukti ikut serta dalam kekerasan tersebut, Nasser memutuskan untuk mengambil tindakan tegas.

Pada tanggal 29 Agustus 1966, Sayyid Qutb dieksekusi dengan cara digantung.

Eksekusi ini menimbulkan reaksi keras, baik di dalam negeri maupun internasional.

Banyak yang menganggapnya sebagai tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat dan beragama, sehingga berujung pada munculnya berbagai gerakan Islam melawan rezim Nasser.

Meskipun sebagian besar kritiknya ditujukan pada dunia Muslim, Qutb juga menolak keras masyarakat dan budaya Amerika Serikat, yang ia anggap materialistis, dan terobsesi dengan kekerasan dan kenikmatan seksual.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours