Prolog Pilkada Penuh Drama

Estimated read time 8 min read

Calon calon yang ingin mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilgada) 2024 pun bersiap mendaftar dan menunggu pemberitahuan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pendaftaran bakal calon ibarat lakon prolog (pembukaan) yang penuh intrik dan gejolak batin yang menggugah emosi dan perasaan.

Baca juga: Alasan Selebriti Percaya Diri Ikuti Pilkada 2024

Setelah batas waktu pendaftaran, terjadi pula manuver-manuver di luar dugaan yang menimbulkan keterkejutan, kekhawatiran, kekhawatiran, kebingungan dan pertanyaan di kalangan masyarakat Indonesia. Siapa saja calon kandidat yang mungkin muncul dan cerita menarik apa yang mereka tawarkan?

Yang paling mengejutkan, nama Anies Rasyid Baswedan tak tercatat sebagai bakal calon di Pilkada Jakarta, malah santer diberitakan bakal bertarung di Bilkada Jawa Barat (Jabar). Meski diusung oleh PDIP, mantan Gubernur Jakarta itu akhirnya mengumumkan tidak akan mencalonkan diri.

“Kemarin sebenarnya kami mendapat undangan, kesempatan untuk mengikuti Pilgub Jabar. Kami senang sekali dengan undangan ini. Tapi karena mempertimbangkan berbagai faktor, kami memutuskan untuk tidak ikut Pilgub Jabar,” kata Anees lewat pesannya. Tayangan YouTube, Jumat (30/8/2024).

Perlu diwaspadai, posisi Pilkada sepertinya akan ambruk lebih awal karena banyak calon perseorangan yang diperkirakan akan bertarung dengan kotak kosong karena beberapa partai politik (Partai Politik) tidak bisa memproyeksikan pemenangnya tanpa membentuk aliansi. Namun, PKPU no. Berkat 10/2024, partai politik punya peluang lebih besar untuk mengusung calonnya tanpa harus beraliansi.

Secara khusus, ada dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diperhitungkan dalam PKPU Nomor 10/2024 yang tertuang dalam Pasal 11 dan 15. Pasal 11 mengatur tentang persentase dukungan partai politik terhadap pasangan calon (Baslon) yang disesuaikan dengan jumlah. Daftar Pemilihan Tetap (DPT), sedangkan Pasal 15 memuat ketentuan tentang syarat-syarat yang harus dihitung pada saat penetapan Calon Unggul Daerah (BACACADA).

Pasal 15 menjelaskan, calon peserta Pilkada provinsi dan daerah tahun 2024 harus berusia minimal 30 tahun pada saat penetapan. PKPU ini sekaligus mengubur impian Kesang Bengarep yang digadang-gadang menjadi calon Gubernur Jawa Tengah (Jateng) karena usianya masih 29 tahun dan pasangan calon tersebut melakukan pemungutan suara pada 22 Maret September 2024.

Yang terpenting adalah peraturan di Pasal 11. Pasal tersebut memperbolehkan partai politik yang memperoleh 6,5 persen suara pada pemilu DPRD 2024 untuk mengajukan calonnya tanpa beraliansi. Misalnya di Jakarta, sebenarnya ada delapan pasangan calon dari delapan partai politik berbeda yang bersaing di Pilkata, karena perolehan suara sah delapan partai politik pada pemilu DPRD di Jakarta lebih dari 7,5 persen (menurut PKPU terbaru). ).

Baca Juga: Diaspora Indonesia Berharap Pilkada 2024 Berlangsung Demokratis

Kedelapan parpol tersebut adalah PKB, Partai Gerindra, PDIP, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKS, PAN, dan PSI. Selain satu pasangan calon perseorangan, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abioto yang lolos, sembilan pasangan calon bisa bersaing di Jakarta Bilgada.

Namun dalam peta politik saat ini, hanya akan ada tiga pasangan calon yang saling bertarung yakni Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abiodo (Independen); Ridwan Kamil-Suswono didukung 14 partai politik yang tergabung dalam Aliansi Indonesia Maju (KIM) dan Gerindra, PKS, Kolkar, Partai Demokrat, NasDem, PSI, PKB, Gelora, PBB, Perindo, PAN, PPP, Karuda dan PKN; dan Pramono Anung-Rano Karno didukung PDI dan Hanura.

Padahal, secara umum tidak ada perubahan signifikan pada peta politik Pilkata Jakarta dan empat provinsi lain di Pulau Jawa, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten yang menjadi barometer negara. Gejolak politik di negara ini. Sebab, pada skenario awal, parpol yang tergabung dalam KIM Plus pimpinan Partai Kerindra masih bisa mengusung pasangan calon yang diprediksikan.

Namun UU PKPU No. Dengan disahkannya UU 10/2004, perolehan suara partai politik yang semula tidak memenuhi syarat, kini melihat peluang dan buru-buru mencalonkan calonnya sendiri tanpa beraliansi. Seperti provinsi Banten. PDIP dengan percaya diri mengusung Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi.

Dalam sehari, pasangan ini juga mendapat dukungan dari Partai Kolkar yang tergabung dalam KIM Plus bersama partai politik lain seperti Partai Buruh, Kelora, Ummat, PPP, dan PKN. Sementara Kerindra, PKS, Demokrat, Nastem, BKP, BAN, BSI, dan PPP menjadi satu-satunya KIM plus yang dipimpin oleh Andra Soni-Thimyathi Natakusuma.

Lalu di Jawa Barat, PKS tiba-tiba memisahkan diri dari KIM Plus bersama Nasdem dan PPP hingga mendatangkan Ahmad Sayku-Ilham Habibi. Sementara KIM Plus (Gerindra, Golkar, PAN, Partai Hanura, Partai Gelora, Partai Karuda, PKN, Partai Buruh, Prima, Perindo, PBB dan Partai Ummat) mendukung Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan. Selain itu, ada dua pasangan calon yang mendaftar yakni JJ Wiradinata-Ronal Sunander Surapradja dari PDIP dan Asep Adang Ruhiyat-Kidalis Twi Natarina yang diusung PKP.

Baca Juga: Pilkada 2024, PPATK Cari Aliran Hasil Kejahatan

Dua jenderal tercatat di Pilkada Jateng. Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Antiga Berkasa tiba di KPUD Jawa Tengah pada Selasa (27 Agustus) bersama Hendar Prahati. Pasangan ini didukung PDIP yang juga dikenal sebagai partai dengan perolehan kursi terbanyak di DPRD Jawa Tengah. Komjen Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen juga mendaftar di hari yang sama. Mereka didampingi Gibran Rakabuming Raka, Wakil Ketua KPUD Jawa Tengah terpilih. Pasangan ini didukung oleh KIM Plus (Gerindra, PAN, Golkar, Demokrat, PSI, PBB, Partai Buruh, Partai Karuda, PKN dan Prima).

Nantinya, di hari pertama, calon petahana asal Jawa Timur, pasangan Gobifa Indar Parawanza dan Emil Tardak resmi mendaftar pada Pilgub Jatim. Anggota KIM Plus PAN, Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP, PSI, PKS, Perindo, Nasdem, Partai Buruh, Partai Gelora, PBB, PKN, Partai Karuda dan Prima didukung 15 partai. Di hari terakhir pendaftaran, Tri Rizmaharini-Zahrul Azhar Azumda juga mendaftar dengan dukungan PDIP dan Hanura. PKB menyusul dengan mendatangkan dua kader internal, Luluk Noor Hamida-Lukmanul Kakim.

Demokrasi Elektoral dan Oligarki

Seperti halnya pemilu presiden dan parlemen, persaingan calon pemimpin daerah di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten tidak pernah lepas dari praktik oligarki. Oligarki yang berkuasa terus melakukan subordinasi terhadap demokrasi elektoral, memberikan uang kepada pasangan kandidat yang mereka sukai, dan malah memperkuat kekuatan ekonomi mereka di tingkat lokal.

Karl Marx menjelaskan oligarki menunjukkan bahwa relasi kekuasaan politik tidak dapat dilepaskan dari mekanisme kerja kapitalisme. Dalam bahasa Yunani, oligarki (oligargia) berarti “pemerintahan oleh segelintir orang”; olígos = sedikit dan argo = mengatur atau memerintah adalah suatu bentuk struktur kekuasaan di mana kekuasaan berada di tangan segelintir orang.

Individu-individu ini dapat dicirikan oleh satu atau lebih karakteristik berikut: B. Bangsawan, ketenaran, kekayaan, pendidikan, atau kendali perusahaan, agama, politik, atau militer. Sepanjang sejarah, oligarki sering kali mengandalkan tirani dan kepatuhan atau penindasan secara umum. Aristoteles memelopori penggunaan istilah ini untuk menggambarkan kekuasaan orang kaya. Istilah lain yang umum digunakan saat ini adalah plutokrasi.

Pada awal abad ke-20, Robert Michaels mengembangkan teori bahwa demokrasi, seperti semua sistem besar, cenderung menjadi oligarki. Dalam bukunya yang berjudul Iron Laws of Oligarchy, ia mengusulkan bahwa pembagian kerja yang diperlukan di perusahaan-perusahaan besar akan mengarah pada penciptaan kelas penguasa yang terutama mementingkan mempertahankan kekuasaannya sendiri.

Baca Juga: Sumbangan Dana Kampanye Daerah 2024 Terbagi 4 Kategori

Oligarki menemukan jalannya sendiri dengan menetapkan sistem kebijakan moneter. Demokrasi elektoral dikendalikan dengan menggunakan kekuatan moneter untuk memenangkan pemilu, sehingga elit politik yang berpartisipasi dalam kampanye politik semakin bergantung pada kekuatan moneter. Dalam keadaan seperti itu, oligarki dapat merebut dan mengendalikan sumber daya ekonomi untuk menumbuhkan dan mengumpulkan kekayaan. Oligarki terdiri dari politisi, pejabat politik, birokrat dan jaringan pendukungnya dalam sistem yang mereka kendalikan.

Padahal, Peraturan KPU tentang pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil. 8 Tahun 2024 tentang Perubahan PKPU No. 10/2024 mewujudkan penyelenggaraan Bilkada 2024. Mayer sangat kompetitif dan ambisius. Persyaratan pencalonan yang diatur dalam PKPU menjadikan pilkada lebih inklusif dan memberikan peluang lebih kompetitif bagi calon alternatif potensial.

Di sisi lain, aturan tersebut terbukti juga dapat menghalangi upaya partai politik untuk menguasai ruang pemilu, termasuk praktik calon perseorangan atau calon boneka di beberapa daerah. Hal ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan karena banyak pihak yang mengawasi proses pemilu. Dengan demikian, Pilkada 2024 diharapkan menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas serta menciptakan proses pemilu yang lebih transparan dan adil.

Meski demikian, masih ada ruang bagi kaum oligarki untuk menggarap Pilkada Serentak 2024 yang memang membutuhkan tenaga dan biaya besar. Oligarki berarti elit politik yang mencalonkan diri sebagai presiden daerah tidak bisa melepaskan ketergantungannya pada kekuatan moneter. Di sisi lain, pengusaha memerlukan kontrol atas alokasi sumber daya pemerintah di tingkat daerah, seperti alokasi proyek APBD dan izin usaha atau konversi lahan.

Baca Juga: Catatan Berindo ke KPU Soal Logistik Pilkada 2024

Selain itu, oligarki juga banyak yang menguasai partai politik. Dengan demikian, kekuatan oligarki predator ini sejalan dengan demokratisasi kebijakan moneter, serta berkembangnya jaringan kriminal dalam desentralisasi. Oleh karena itu, masyarakat pemilih harus mempelajari dengan cermat dinamika yang terjadi dalam pemilu Bilgada.

Persaingan yang sangat ketat antara elite dan partai politik sebenarnya merupakan cara untuk mencapai kesepakatan dengan menciptakan kerja sama. Dominasi kekuasaan didasarkan pada cara para aktor bertindak untuk mencapai kepentingan dan keberhasilan dalam menjaga operasional lembaga-lembaga publik.

Berdasarkan mekanisme yang berkembang, tentu setiap orang meyakini bahwa tahun 2024 akan terselenggara dengan lancar, aman, jujur, dan adil. Masyarakat harus menjadi pemilih yang cerdas dan pemimpin daerahnya dipilih dengan baik. Jangan melakukannya atas dasar kepentingan sementara, apalagi karena nafsu akan uang dan janji, Anda akan terjerumus ke dalam jaring memilih orang yang salah dan tenggelam semakin dalam.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours