Putusan MK Final dan Mengikat, Hima Persis Minta DPR Batalkan Revisi UU Pilkada

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) meminta DPR RI menghentikan sementara pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Sebab dalam revisi yang dilakukan, DPR membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60 dan nomor 70.

Ketua Divisi Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Hima Persis Rizaldi Mina mengatakan, keputusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 sangat menentukan karena menetapkan ambang batas pengusulan calon kepala daerah dari 20 persen kursi. di DPRD mengalami penurunan. menjadi 8,5 persen, 7,5 persen atau 6,5 persen, tergantung jumlah pemilih di daerah tersebut.

“Secara konstitusional, putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, undang-undang yang diuji harus diuji tanpa ada penambahan atau penafsiran terhadap amanat penting putusan MK,” ujarnya, Kamis (22/08/2024). ).

Namun, kata dia, DPR berpendapat lain. Revisi UU Pilkada yang sejak Oktober 2023 tak dibahas dan tak masuk dalam Prolegnas 2024, mendadak dibahas dalam waktu 24 jam oleh lembaga legislatif DPR (Baleg). Dalam pembahasan tersebut, DPR mengambil beberapa kesimpulan yang menghilangkan sebagian besar putusan Mahkamah Konstitusi.

Pertama, soal batasan calon, DPR mengabaikan amanat Mahkamah Konstitusi tentang batasan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan 25 tahun bagi calon bupati/walikota sejak tanggal penetapan. DPR menggunakan Putusan Mahkamah Agung yang menyebutkan batas usia 30 tahun bagi gubernur dan 25 tahun bagi calon bupati/walikota yang dilantik, ujarnya.

Kedua, terkait dengan ambang batas parlemen. DPR membaginya menjadi dua kategori. Gabungan partai/partai dalam Riksdag harus tetap memperoleh minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara sah. Sedangkan partai nonparlemen dengan suara sah bisa mengklaim 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung jumlah pemilih di daerah tersebut.

Manuver terkini terhadap dua persoalan penting ini merupakan babak baru dari sekian banyak persoalan DPR. Dari segi hukum, ketentuan MK setara dengan undang-undang. Namun, DP tidak mendengarkan putusan DPR. Ini jelas merupakan langkah inkonstitusional.” katanya. .

Terkait hal itu, kata dia, Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Hima Persi mengeluarkan tiga posisi. Pertama, menolak segala manuver politik yang mengabaikan segala bentuk tatanan konstitusional. Kedua, DPR meminta pengujian undang-undang pilkada dihentikan sementara sepanjang tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Ketiga, menuntut agar lembaga legislatif DPR mempertanggungjawabkan segala kisruh yang terjadi pada panitia kerja revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, ujarnya.

Diketahui, DPR tidak mengesahkan UU Pilkada pada rapat paripurna, Kamis (22/8/2024). Pengesahan terhenti karena rapat paripurna hanya dihadiri 89 anggota DPR.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang bertindak sebagai ketua rapat menjelaskan, paripurna hanya dihadiri 89 anggota dewan. Pada saat yang sama, 87 anggota memiliki izin.

Oleh karena itu, rapat Bamus akan kami ubah menjadi rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi, kata Dasco sambil bertepuk tangan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours