REI DKI usulkan penambahan kuota FLPP

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta mengusulkan kepada pemerintah untuk menambah kuota hibah Dana Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk memastikan program perumahan berjalan lancar.

“Kuota tahunan FLPP sebanyak 166.000 unit. Artinya Agustus nanti habis masa berlakunya,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) REI DKI Jakarta Arvin F.

Iskandar di Jakarta, Jumat.

Arvin mengklarifikasi, realisasi penyaluran FLPP pada tahun 2023 sebanyak 228.918 unit, sedangkan Januari-Mei 2024 terealisasi sebanyak 78.705 unit rumah. Jadi pada periode yang sama tahun 2023 sebanyak 82.340 unit, sehingga kuota ideal tahun 2024 sebanyak 218.808 unit.

Arvin mengatakan, pembelanjaan kuota FLPP 2024 tidak hanya menjadi perhatian bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin membeli rumah, tetapi juga bagi pengembang perumahan yang bergerak di bidang perumahan bersubsidi.

Terkait usulan ke pemerintah, REI DKI mendapat dukungan dari REI Jawa Barat dan REI Banten yang merupakan kawasan pengembangan perumahan rakyat.

Arvin mengaku bisa memahami keterbatasan anggaran (APBN) yang lebih mengutamakan kebutuhan yang lebih mendesak. Namun diketahui ada terobosan dari pemerintah agar program bantuan perumahan bisa dilanjutkan pada tahun ini.

Pemerintah dapat bekerja sama dengan perbankan untuk memastikan program perumahan bersubsidi dapat terus berjalan seiring dengan masih tingginya permintaan masyarakat.

REI DKI juga mengapresiasi terobosan politik pemerintah dalam penerapan sertifikat tanah elektronik melalui Peraturan Menteri Pertanian dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan No. 3 Tahun 2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Tanah.

Hadirnya sertifikat elektronik menggantikan sertifikat analog tentu menjadi sebuah terobosan yang sangat baik. Namun pengawasan dan penegakan hukum juga diperkirakan masih menjadi kendala mengingat masih tingginya kasus kepemilikan ganda tanah.

Menurut Arvin, sertifikat elektronik erat kaitannya dengan proses penyaluran kredit di perbankan. Misalnya sebagai komponen analisis kredit khususnya agunan.

“Jika sertifikat elektronik menjadi jaminan pinjaman bank, maka hak gadainya juga menjadi elektronik (E-HT). “Proses integrasi antara sistem Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan bank pemberi pinjaman dan notaris/PPAT tentunya perlu sosialisasi,” kata Arvin.

Begitu pula jika proses pengkreditan pinjaman telah diselesaikan oleh debitur. Kemudian tentunya akan dilanjutkan dengan proses penghapusan elektronik (roja) BPN sesuai informasi dari bank masing-masing.

Dalam beberapa kasus, kesalahan muncul, sehingga perlu menunggu solusinya. “Tentunya hal-hal seperti ini perlu diperbaiki ke depan,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours