Rektor Undip: Stop Polemik Kematian Mahasiswi PPDS, Tunggu Hasil Penyidikan Kepolisian

Estimated read time 3 min read

SEMARANG – Rektor Universitas Diponegoro (Undip) prof. dr. Suharnomo SE MSi meminta penghentian perdebatan dan kontroversi seputar kematian mahasiswa PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) anestesi dan resusitasi sambil menunggu hasil penyelidikan resmi polisi.

“Saya meminta civitas akademika untuk berhenti berdebat dan memperdebatkan meninggalnya mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip. Berhenti sekarang. “Tidak perlu ada pernyataan dan tidak perlu ada provokasi, kita tunggu sampai ada hasil resmi penyelidikan polisi,” kata profesor itu. dr. Suharnomo SE MSi dalam keterangan resminya, Jumat (9 Juni 2024).

Suharnomo berharap pihak di luar Undip juga melakukan hal serupa, sehingga polisi bisa melakukan proses penyidikan dengan tenang dan hati-hati.

“Kami mohon pengertiannya, mari kita beri waktu kepada polisi untuk menjalankan tugasnya. Pembahasan meninggalnya dr Aulia Risma Lestari seolah-olah sudah menjadi persoalan hukum, dan pihak selain peneliti sebaiknya menahan diri. “Jangan sampai persoalan ini menjadi simpang siur dan menjadi bola liar,” ujarnya.

Menurutnya, ibu dari Dr. Aulia Risma, Ibu Nuzmatun Malinah, bersama kuasa hukum dan tim dari Inspektorat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus intimidasi, teror, dan dugaan pelecehan yang berujung pada meninggalnya dr. Risma ke Polri Bersatu. Pusat Pelayanan Kepolisian Daerah (SPKT) Jawa Tengah pada Rabu sore (9 April 2024) sekitar pukul 12.00 WIB.

Laporan ini memperjelas proses hukumnya. Oleh karena itu, menurut Suharnom, tidak perlu diperpanjang pembahasan, kontroversi, argumentasi serta pro kontra mengenai ada tidaknya intimidasi, intimidasi, pelecehan dan apa yang menjadi penyebab meninggalnya Dr Risma.

Bagi sivitas akademika Undip, Rektor sangat menghimbau untuk berhenti mengikuti perdebatan. “Hentikan. Sudah cukup,” katanya.

Oleh karena itu, Suharnomo meminta semua pihak menahan diri dari pernyataan dan tudingan serta menunggu hasil penyidikan dan proses pengadilan lebih lanjut.

“Kami yakin polisi akan menjalankan tugasnya dengan baik. Biarlah ada proses peradilan untuk mengungkap kasus ini. Tidak perlu memperpanjang pembahasan mengenai hal ini. “Kita tunggu saja sampai proses hukumnya selesai,” kata mantan dekan FEB Undip ini.

Suharnomo meyakinkan Undip akan segera mengambil langkah-langkah lanjutan yang diperlukan jika proses hukum berakhir, apalagi jika mempunyai akibat hukum yang bertahan lama.

Ia tak mau berspekulasi, namun jika diyakini ada petinggi Undip yang terlibat, maka posisi pihak universitas sudah jelas. “Tidak banyak kata yang dibutuhkan. Jika ada yang terbukti bersalah dan berada dalam yurisdiksi kami, tindakan tentu akan diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bisa memastikannya,” tegasnya.

Adapun kelebihan dalam hal ini yaitu penghentian sementara kegiatan Program Studi Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Undip di Rumah Sakit Pusat (RSP) Dokter Karyadi dan penghentian izin dekan Fakultas Undip. Kedokteran, Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko MKes Sp.B.Subsp.-onk (K) di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan, Suharnoma meminta agar segera dilakukan pemeriksaan.

“Coba dipikir-pikir lagi, dipikir-pikir lagi, lebih banyak untung atau ruginya dari keputusan ini,” tanyanya kepada Suharnoma dengan suara gemetar.

Sebagai orang yang dipercaya mengelola perguruan tinggi milik negara, Suharnomo mengaku prihatin dengan terhentinya program studi PDDS Anestesi dan Resusitasi FK Undip di RS Karyadi Semarang yang membuat pengajaran warga berjalan lancar.

Meskipun penghentian ini bersifat sementara, namun hal ini jelas merugikan siswa PPDS yang sedang dalam proses pendidikan untuk mempersiapkan mereka menjadi tenaga kesehatan terlatih spesialis.

“Semua tahu kita tidak mempunyai dokter spesialis, tentu tidak bijaksana jika proses pendidikan dihentikan. Apalagi terkait ujian, tidak relevan karena ada siswa dan guru. Manajemen RS Karyadi juga bertanggung jawab atas operasionalnya. “Itu keterlaluan, apalagi dibuat-buat kalau nyambung,” ucapnya.

Begitu pula dengan pembekuan izin praktek dokter Yan Wisnu Parjok di RS Karyadi Suharnomo, tidak melihat adanya signifikansi atau kaitan dengan meninggalnya dokter Aulia Risma yang kini menjadi kasus hukum. “Apa hubungannya? “Tidak ada artinya, tapi merugikan banyak pelanggan,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours