Respons Kemasan Rokok Polos, Pelaku Ritel Soroti Sederet Dampak Negatifnya

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Pelaku usaha ritel menyatakan penolakannya terhadap kebijakan rokok tanpa merek kemasan polos atau produk tembakau kemasan polos dalam Rancangan Undang-Undang Menteri Kesehatan (RPMK) yang mencabut RUU Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP).

Presiden Aprindo Roy N. Mandey menanggapi hal tersebut dengan menolak penerapan zonasi larangan penjualan hasil tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan pernyataan kebijakan penolakan kemasan rokok generik tanpa merek.

Ia menilai kerja sama terkait undang-undang tersebut tidak tepat dan tidak dapat dilaksanakan sehingga membuka peluang terjadinya kegiatan ilegal di kawasan tersebut.

“Teks rubbernecking dalam PP ini akan menyulitkan pelaku usaha dan menguntungkan sebagian kalangan,” kata Roy dalam siaran pers beberapa waktu lalu.

Roy juga menyoroti dampak negatif undang-undang tersebut terhadap pengusaha kecil dan pekerja. Ia yakin peraturan yang hanya berfokus pada kesehatan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dapat menghancurkan usaha kecil dan mengurangi omzet secara signifikan. “Kami berharap undang-undang ini dapat memberikan keseimbangan antara sektor kesehatan dan sektor perekonomian,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan keprihatinannya atas hilangnya omzet di kalangan pedagang kecil dan pedagang, yang akan berdampak pada negara. Dengan cara ini, tujuan pemerintah untuk mengurangi rokok menjadi salah arah dan salah arah. Akibatnya, para pedagang dan pedagang yang patuh pada aturan mendapat tekanan.

“Pemerintah perlu mendorongnya dari atas ke bawah, dan kemudian akan ada lebih banyak kekhawatiran mengenai dampak seperti eksklusi dan kemiskinan. Jadi status kesehatan ini tidak boleh dikaitkan dengan perekonomian,” ujarnya.

Roy mengatakan, kombinasi kebijakan slot rokok tidak bermerek dan penerapan pembatasan penjualan produk tembakau akan meningkatkan konsumsi rokok ilegal yang patut mendapat perhatian besar. Terdapat kekhawatiran bahwa konsumen lanjut usia akan kesulitan mengakses produk tembakau dan kurangnya informasi mengenai produk tembakau legal, serta mungkin beralih ke rokok ilegal.

Pada saat yang sama, Aprindo juga mengungkapkan permasalahan pedagang tersebut dengan menulis surat kepada departemen terkait untuk meminta peninjauan. Namun karena banyaknya celah dalam sebagian besar dokumen dan desain karet, kelompok tersebut tidak diundang untuk berpartisipasi dalam diskusi dan banyak kementerian sekarang setuju bahwa hal ini tidak ada hubungannya dengan kerugian masa depan bagi para pedagang.

“Berharap keseimbangan antara ekonomi dan kesehatan dapat tercapai, undang-undang ini harus diperhatikan pemerintah untuk teknis pelaksanaannya. Karena penting untuk mengevaluasi keberadaan produk selanjutnya dan mempertimbangkan nasib para pemasar.” .

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours