Retno: Ekonomi inklusif harus termasuk dalam pembangunan Afghanistan

Estimated read time 3 min read

Jakarta (Antara) – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menekankan bahwa ekonomi inklusif yang mencakup perempuan harus menjadi bagian dari pembangunan ekonomi Afghanistan.

Pernyataan itu disampaikannya pada Senin pada sesi pertama Konferensi Utusan Khusus Afghanistan Ketiga atau Doha III bertajuk “Enabling the Private Sector” di Qatar.

“Saya akan selalu mengangkat isu-isu perempuan dalam setiap isu yang saya bahas.” Pada sesi I saya juga menyampaikan bahwa pemulihan kepercayaan terhadap perbankan sangat penting,” kata Ritono kepada Kementerian Luar Negeri RI, Senin malam.

Selain pemberdayaan perempuan, ia juga menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan sektor swasta.

Pak Retno menjelaskan beberapa hal yang dilakukan Indonesia untuk Afghanistan, seperti kerja sama dengan United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA) di bidang inklusi keuangan melalui pengembangan model bisnis keuangan mikro syariah.

“Dan juga ada kerja sama pengembangan perbankan syariah.” Saat ini komunikasi terus berjalan dan sebagai catatan, Bank Dunia secara khusus menyebut Indonesia sebagai negara yang dapat berkontribusi dalam hal tersebut.

Bapak Retno juga menginformasikan persiapan Indonesia untuk menjalin hubungan antara pengusaha perempuan Indonesia dan Afghanistan.

“Hal lain yang saya sampaikan dalam sesi ini adalah pentingnya memahami dengan baik rezim sanksi agar tidak menimbulkan dampak yang tidak perlu terhadap perekonomian Afghanistan,” katanya.

Selain itu, ia mengusulkan pembentukan kelompok kerja untuk membahas kerja sama ekonomi secara lebih spesifik dan melibatkan pemangku kepentingan terkait untuk berkontribusi dalam kerja sama ekonomi.

Pada Sesi II juga yang membahas masalah pemberantasan narkoba, Pak Retno menyampaikan bahwa masalah narkoba bukan hanya terjadi di Afganistan saja, namun juga menjadi masalah yang berdampak pada kawasan dan dunia.

“Kita perlu meninjau kembali kebijakan larangan opium,” katanya, seraya menambahkan bahwa larangan penanaman opium di Afghanistan telah dikurangi sebesar 95 persen

Berkaitan dengan hal tersebut, Pak Lato menyampaikan perlu adanya rehabilitasi terhadap pengguna narkoba. Mereka adalah pemuda Afghanistan, dan jumlah mereka sangat banyak.

“Jika upaya rekonstruksi tidak berhasil, masa depan Afghanistan akan suram,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dan kebijakan perlakuan yang setara untuk memastikan bahwa perempuan korban menerima perlakuan yang sama. Terkait hal tersebut, Indonesia siap mendukung upaya pemulihan dan program rehabilitasi.

Bapak Retno kemudian menyoroti pentingnya menyediakan sumber ekonomi alternatif bagi penghidupan masyarakat Afghanistan dengan memperkuat kapasitas ekonomi masyarakat lokal.

Indonesia telah berkomitmen untuk menyediakan mata pencaharian alternatif bagi 2.000 keluarga di distrik Chapalhar di provinsi Nangarhar, melalui dukungan terhadap praktik pertanian yang berdampak pada lebih dari 14.000 warga Afghanistan.

“Indonesia juga mendorong negara-negara yang memiliki karakteristik tanah dan iklim serupa untuk membantu masyarakat Afghanistan mengidentifikasi tanaman yang cocok untuk dikembangkan,” kata Retno.

Terakhir, mengenai aparat penegak hukum, Pak Lato mengatakan bahwa meskipun ada larangan terhadap budidaya, aktivitas pengedar obat-obatan terlarang masih terus terjadi, dan ini merupakan situasi yang sangat mengkhawatirkan.

Oleh karena itu, kerja sama dengan aparat penegak hukum, khususnya dengan negara tetangga, sangat penting, ujarnya.

Konferensi Doha III dipimpin oleh Rosemarie De Carlo, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, dan dihadiri oleh otoritas de facto Afghanistan, Taliban.

Perwakilan dari 25 negara juga berpartisipasi dalam konferensi tersebut: Amerika Serikat, Indonesia, Inggris Raya, Italia, Jepang, Korea Selatan, India, Tiongkok, Jerman, Tajikistan, Uzbekistan, Kanada, Norwegia, Rusia, Turki, Qatar, dan Uni Emirat Arab . . Selain Arab Saudi, banyak lembaga internasional juga ikut serta dalam pertemuan tersebut, antara lain PBB, Uni Eropa, Organisasi Kerja Sama Islam, dan Bank Pembangunan Asia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours