Riset Terbaru Ungkap Ternyata Bumi Bukan Memiliki 7 Benua

Estimated read time 3 min read

LONDON – Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Bumi yang kita kenal sekarang kehilangan tujuh benua: Afrika, Antartika, Asia, Oseania, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Gondwana Research menunjukkan bahwa kita sebenarnya hanya memiliki enam benua.

Deklarasi luar biasa ini merupakan hasil studi mendetail mengenai proses geologi di balik pecahnya Eropa dan Amerika Utara, serta bagaimana daratan tersebut berevolusi seiring berjalannya waktu.

Penulis utama artikel tersebut, PhD. Jordan Phethean dari Universitas Derby menjelaskan kepada Earth.com bahwa temuan timnya menunjukkan bahwa “lempeng tektonik Amerika Utara dan Eurasia tidak sepenuhnya terpisah, seperti yang diyakini secara umum terjadi 52 juta tahun yang lalu.”

Sebaliknya, katanya, lempeng-lempeng tersebut terus meregang dan masih dalam proses pecah, bukannya menjadi satu kesatuan yang sepenuhnya terpisah.

Artinya, Amerika Utara dan Eropa bisa dianggap satu benua, bukan dua benua yang berbeda.

Penelitian tersebut difokuskan pada pulau vulkanik Islandia, yang sebelumnya diketahui terbentuk akibat punggungan Atlantik tengah sekitar 60 juta tahun lalu.

Batas tektonik yang dibentuk oleh lempeng Amerika Utara dan Eurasia ini diyakini menyebabkan naiknya mantel hangat yang akhirnya membentuk pulau tersebut.

Namun, dengan menganalisis pergerakan tektonik di benua Afrika secara cermat, Fethean dan rekan-rekannya menantang teori ini dan mengajukan ide baru yang radikal.

Mereka berpendapat bahwa Islandia mengandung fragmen geologi lempeng tektonik Eropa dan Amerika Utara, serta Punggung Bukit Faroe Islandia Greenland (GIFR).

Hal ini, kata mereka, menunjukkan bahwa kawasan ini bukanlah bentang alam yang terisolasi seperti yang diperkirakan sebelumnya: kawasan tersebut merupakan bagian yang saling berhubungan dari struktur benua yang lebih besar.

Para ilmuwan bahkan menciptakan istilah Rifted Oceanic Magmatic Plateau (ROMP) untuk menggambarkan fitur geologi baru ini, yang dapat memiliki implikasi mendasar terhadap cara kita memahami pembentukan dan pencairan benua di bumi.

Faktanya, sangat penting bagi Fethean untuk menggambarkan penemuan ini sebagai ilmu bumi yang setara dengan penemuan Kota Atlantis yang Hilang.

Menurutnya, hal tersebut karena ia dan rekan-rekannya menemukan “pecahan benua yang hilang tergeletak di bawah laut dan aliran lava tipis sepanjang beberapa kilometer.”

Selain itu, para peneliti menemukan kesamaan yang mencolok antara Islandia dan wilayah vulkanik Afar di Afrika.

Jika penelitian mereka benar, berarti benua Eropa dan Amerika Utara masih dalam proses pemisahan sehingga masih terhubung.

Fethean mengakui temuan timnya akan menimbulkan banyak keraguan, namun dia menegaskan bahwa temuan tersebut didasarkan pada penelitian yang cermat.

“Merupakan hal yang kontroversial untuk mengatakan bahwa terdapat sejumlah besar kerak benua di dalam GIFR dan bahwa lempeng tektonik di Eropa dan Amerika Utara tidak terpisah secara formal,” katanya, seraya mencatat bahwa karyanya mendukung hipotesis ini.

Meski demikian, penelitian tersebut masih dalam tahap konseptual, dan tim bertujuan untuk melakukan pengujian lebih lanjut terhadap batuan vulkanik Islandia untuk mendapatkan bukti yang lebih konkrit mengenai kerak benua purba.

Mereka juga menggunakan simulasi komputer dan model lempeng tektonik untuk lebih memahami bagaimana ROMP terbentuk.

Penelitian ini mengikuti penemuan Phethean sebelumnya tentang “anak benua primitif” tersembunyi yang terletak di antara Kanada dan Greenland.

Daratan purba ini seukuran Inggris dan terletak di bawah Selat Davis, di lepas pantai Pulau Baffin.

Fethean mencatat bahwa “pembentukan keretakan dan benua mikro adalah fenomena yang sedang berlangsung,” yang membantu para ilmuwan lebih memahami perilaku benua dan lempeng tektonik.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours