Rugikan Negara, DPR Kritik Kebijakan Kemasan Polos Tanpa Merek Produk Tembakau

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Anggota Komisi Eropa namun juga merugikan kepentingan nasional.

Misbakhun mengungkapkan, rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang akan menerapkan kemasan polos pada produk tembakau akan memberikan dampak langsung bagi negara, terutama dari sisi perekonomian, dimana selama ini Bea Cukai Tembakau (CHT) selama ini diyakini akan berdampak buruk bagi negara. telah berkontribusi hingga Rp 300 triliun di dalam negeri.

“Dampak ekonomi yang signifikan ini sebenarnya tidak bisa dilihat oleh pengambil kebijakan, jadi saya melihatnya sebagai pendekatan yang tidak seimbang. Rokok menyumbang Rp 300 triliun kepada negara setiap tahunnya, yang sangat penting bagi APBN kita,” kata Misbakhun . dilaksanakan pada Senin (9/9/2024).

Baca juga: Hentikan Perekonomian Petani Tembakau, DPN APTI Tolak PP 28 Nomor 2024

Misbakhun mempertanyakan bagaimana kebijakan kemasan polos bisa menjadi pertimbangan untuk dimasukkan ke dalam RPMK. Namun kebijakan tersebut jelas mengabaikan kepentingan petani dan pedagang yang bergantung pada industri tembakau.

Ia juga mengkritisi bagaimana rumusan kebijakan tersebut merupakan bentuk dorongan terhadap Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah kesepakatan segelintir negara sebagai bentuk pengendalian tembakau. Misbakhun mempertanyakan pihak yang mendorong kebijakan perang ini.

“Yang mengkhawatirkan? FCTC. Merekalah yang bertekad memberikan pengaruh global. Dibiayai oleh siapa? Ada yang namanya Bloomberg Philanthropies yang selalu memandang rokok dari sudut pandang negatif,” tegasnya.

Misbakhun melanjutkan, Indonesia mempunyai kedaulatan penuh dan harus berani mengambil sikap untuk mengutamakan dan melindungi petani, pedagang, segala macam roda perekonomian yang bergerak dan bergantung pada industri tembakau. Sebagaimana diketahui, petani dan pengecer tembakau merupakan bagian dari ekosistem perekonomian akar rumput yang pada hakikatnya membutuhkan dukungan dan kehadiran pemerintah untuk terus bertahan di masa sulit ini.

Bahkan dalam hal pembagian anggaran, produsen tembakau dan cengkeh, misalnya, tidak pernah menerima kredit khusus dari pemerintah untuk membantu pembangunan ekonominya. Tidak ada insentif atau subsidi pupuk atau pestisida yang dapat digunakan petani tembakau untuk membantu kesejahteraan petani.

“Kita sering lupa mempertimbangkan aspek ekonomi. Negara mendapat banyak pemasukan dari pajak tembakau, sekitar Rp300 triliun setiap tahunnya, dan sektor ini juga menyerap tenaga kerja banyak. Namun, tidak ada satu pun dukungan khusus,” tuturnya.

Kemasan polos tanpa tanda

Menurut Misbakhun, usulan kebijakan kemasan polos tanpa tanda tidak akan efektif mengurangi konsumsi rokok. Sebab, berbagai data berdasarkan pengalaman di berbagai negara menunjukkan kebijakan kemasan polos tidak berpengaruh terhadap penurunan konsumsi rokok. Bahkan akan mendorong peredaran rokok ilegal yang tidak terdaftar dan menimbulkan kerugian negara dalam bentuk penerimaan cukai dari produk legal.

Lebih lanjut, Misbakhun menilai rencana penghapusan merek rokok dan hanya menggunakan kemasan polos merupakan pembahasan yang tidak masuk akal. Pasalnya, menghilangkan merek rokok dan hanya menggunakan kemasan polos, seragam, dan generik akan membuat pengawasan dan penegakan hukum semakin sulit.

“Bea Cukai tidak dirancang untuk mengatasi masalah ini. Standarisasi kemasan biasa mungkin bagus untuk didiskusikan, namun kurang efektif jika langsung diterapkan tanpa dukungan yang jelas,” kata Misbakhun.

Baca juga: Apindo Keberatan PP Kesehatan Dianggap Merugikan Pengusaha

Selain itu, kampanye kesehatan sejauh ini tidak pernah mencapai keberhasilan yang signifikan dalam membantu perokok untuk berhenti. Jika pemerintah terus menggunakan cara yang sama tanpa memperhatikan aspek ekonomi dan penegakan hukum, ia khawatir yang terjadi hanya peningkatan rokok ilegal dan kerugian negara yang semakin besar.

Ia menekankan perlunya pendekatan yang seimbang terhadap kebijakan tembakau, yang juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan tata kelola yang baik. Kebijakan yang hanya fokus pada satu aspek tanpa mempertimbangkan dampak secara keseluruhan akan selalu menimbulkan permasalahan. Menurutnya, pengendalian tembakau melalui regulasi yang terlalu ketat tidak pernah membuahkan hasil yang diharapkan.

“Berpuluh-puluh tahun kita mencoba cara yang sama. Kenapa kita tetap menggunakan cara yang sama? Cara yang sama, tapi kita ingin hasil yang berbeda. Ujung-ujungnya yang terjadi adalah rokok itu ilegal, dan ditolak sama sekali oleh pemerintah. Jadi, Menurut saya, PP yang membatasi hal tersebut “Tidak baik bagi sektor industri dan keuangan,” jelasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours