JAKARTA (ANTARA) – Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Jakarta Pusat menindak juru parkir liar di Suha Besar dengan memberikan sanksi kepada mereka untuk menandatangani surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya. “Setelah kami amankan dan daftarkan, kami minta mereka menyatakan tidak menyukai majikannya lagi,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Suha Besar di Jakarta Darvis Silitunga, Senin.
Darvis mengatakan, pihaknya mengingatkan agar mereka tidak lagi menjadi juru parkir liar. Bahkan, Darvis menegaskan, jika ditangkap lagi, ia akan diadili karena kejahatan yang tidak terlalu serius (Tybering).
“Jika mereka ditangkap lagi, mereka akan diadili secara rahasia sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Darvis.
Darvis mengatakan keberadaan juru parkir liar menjadi penghambat lalu lintas dan kenyamanan masyarakat. Sebab kehadiran mereka justru bisa menimbulkan kemacetan.
“Jadi mereka bikin macet. Kalau macet lagi, mereka mengharapkan uang dari pengendara karena mengarahkan lalu lintas ke pengendara yang mau belok. Ini cara mereka,” jelas Darvis.
Satpol PP Sawaha Besar tak berseragam menangkap juri parkir liar atau Pak Oga saat aksi dilakukan. Langkah ini untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
“Saat ini petugas penjagaan sengaja menggunakan pakaian bebas yang mudah ditangkap, selain itu mereka menghindari benda-benda yang tidak diinginkan dan bapak tersebut menolak untuk melarikan diri jika melihat petugas. Jika lari sambil berlari di jalan raya, akan sangat berbahaya bagi dia dan sopirnya,” kata Darvis.
Di Kecamatan Sawaha Besar, ada enam kemungkinan titik rawan parkir liar atau tukang parkir enggan. Ada dua titik di Jalan Haji Samanhodi, dua titik di Jalan Pangeran Jayakarta, dan dua titik lagi di Jalan Sanaa Raya.
Sementara itu, salah satu juru parkir liar yang ditangkap dalam penggerebekan, Mohammed Ipuhuddin mengaku ditahan petugas karena dianggap sebagai juru parkir liar atau orang yang nekat. Petugas Satpul PP di Distrik Swaha Besar sudah memperingatkannya untuk tidak ragu-ragu.
“Saya jarang berperan sebagai Pak Mutatra,” kata Ishaq Uddin. “Artinya membelikan beras untuk ayah saya dari Pak Mutatra.”
Esuhiuddin mengatakan, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena ia hanya lulusan sekolah menengah. Ia berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan dan memberikan lapangan kerja agar ia bisa hidup lebih bermartabat.
“Saya mau kerja, saya tidak mau jadi orang iseng seperti ini. Tapi betapa sulitnya masyarakat saya mendapatkan pekerjaan,” kata Isawah Al-Din.
+ There are no comments
Add yours