Selain Judi Online, Pemerintah Diharap Juga Perangi Mafia Rokok Ilegal

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pusat Kebijakan Strategis dan Publik Indonesia (CCPP) mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberantas perjudian online. Hal ini menyusul dibentuknya gugus tugas pemberantasan perjudian online yang tertuang dalam Keputusan Presiden No. 21/2024 tentang Satgas Pemberantasan Judi Online yang dibentuk pada 14 Juni 2024.

Satuan Tugas Perjudian Online dibentuk untuk secara efektif dan efisien melindungi dan menegakkan undang-undang perjudian online. Peneliti CSIPP Agus Surono berharap Satgas Judi Online yang disahkan Presiden Jokowi bisa bekerja dengan cara yang tidak biasa, mengingat pemerintahan Jokowi akan segera berakhir.

“Kami berharap Satgas Judi Online ini menjadi ‘hadiah’ jelang berakhirnya pemerintahan Jokowi agar bisa berjalan efektif dan terarah,” Agus Surono, Kamis (20/06/2024).

Di sisi lain, Agus Surono mendesak agar Jokowi berani menghadapi mafia rokok ilegal yang sedang marak di Indonesia. Pasalnya, rokok ilegal merugikan negara.

“Melalui Kementerian Keuangan, kami meminta pemerintah menyiapkan pedoman kebijakan cukai untuk menjamin keberlangsungan ekosistem usaha tembakau di Tanah Air,” ujarnya.

Merujuk kajian CSIPP, empat tahun berturut-turut tarif cukai yang terlalu tinggi menyebabkan maraknya rokok ilegal. “Mafia rokok ilegal yang sangat merugikan rokok legal sepertinya tidak dihiraukan,” kritiknya.

Agus mencontohkan, selisih harga rokok legal dan ilegal semakin melebar seiring dengan kenaikan cukai. Jarak antara cerutu legal dan cerutu ilegal tentunya menguntungkan para pelaku cerutu ilegal.

“Karena tidak membayar cukai, pajak negara, PPN satu batang rokok 70-83%. Kenaikan cukai akan menambah jumlah pemain rokok ilegal,” ujarnya.

Sementara beban produsen rokok legal semakin berat. Cukai saja telah mengalami pertumbuhan kumulatif hingga 58% selama empat tahun terakhir.

Selama lima tahun terakhir, tingkat peredaran rokok ilegal kerap meningkat akibat kebijakan cukai yang membuat harga rokok meningkat. Pada tahun 2019, ketika tidak ada kenaikan cukai, peredaran rokok ilegal mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, pada kenaikan cukai tahun 2020, tingkat peredaran rokok ilegal juga meningkat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kenaikan harga cukai mempunyai dampak yang signifikan terhadap peredaran rokok ilegal, dimana perokok berpenghasilan rendah membeli rokok ilegal untuk mengimbangi kenaikan harga rokok akibat kenaikan harga cukai. dia menjelaskan.

Saat ini harga rokok sudah melampaui batas maksimal dan mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) yaitu banyaknya produsen rokok khususnya golongan 1. Di sisi lain, terjadi penurunan jumlah rokok ilegal. dikonfirmasi. Rokok ini mempunyai perputaran yang lebih cepat dibandingkan rokok bermaterai. Alasannya, rokok ilegal sangat digemari konsumen dan harganya lebih murah dibandingkan rokok legal (dengan stempel), jelasnya.

Di bawah tekanan cukai dan kenaikan harga rokok, upaya pengendalian peredaran rokok ilegal tidaklah mudah. Untuk menentukan rumusan kebijakan yang lebih efektif dalam pengendalian rokok ilegal, diperlukan kerjasama antar berbagai pihak termasuk cara pandang atau metode untuk mengukur rokok ilegal.

“Untuk mengurangi penyebaran rokok ilegal dan menciptakan keadilan dan keseimbangan perdagangan di industri tembakau, diperlukan kerja sama multipihak,” ujarnya.

Diketahui, berbagai penelitian mengenai rokok ilegal telah dilakukan di berbagai lembaga penelitian. Misalnya saja Institut Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (INDEF). INDEF melakukan simulasi, jika peredaran rokok ilegal hanya 2% maka kerugian negara mencapai 1,75 triliun, dan jika 5% minimal 4,38 triliun.

Studi Indodata Research Institute menemukan, sebanyak 28,12 persen perokok di Indonesia pernah atau sedang mengonsumsi rokok ilegal. Dikonversi menjadi pendapatan negara, kerugian pajak sebesar 53,18 triliun dolar. Hal ini membuktikan bahwa prevalensi rokok ilegal di Indonesia sangat luas.

Angka Rp 53,18 triliun tersebut berdasarkan perkiraan jumlah rokok ilegal yang berjumlah 127,53 miliar batang, dan temuan penelitian ini tidak banyak perbedaan yaitu 26,38% antara CK-1 dan Susanas.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours