Siasat mengatasi “doom spending” menurut psikolog

Estimated read time 3 min read

JAKARTA (Antara)— Para psikolog mengingatkan bahwa perilaku binge shopping atau overbuying bisa berbahaya jika tidak segera dikenali dan diatasi.

Menurut psikolog Novy Pospita Kandra, SPSI, M.Sc., Ph.D. Dari Universitas Gadjah Mada, orang yang berbelanja biasanya dalam keadaan stres, cemas, bosan, atau kesepian.

Jakarta, saat dihubungi Antara, Kamis, mengatakan, “Jika tidak menyadari kiamat belanja, maka akan sangat berbahaya. Masyarakat yang mengalami belanja biasanya stres, cemas, bosan, atau tidak pada tempatnya, hingga mengalami isolasi,” katanya, Kamis, saat dihubungi Antara dari Jakarta.

Menurutnya, orang yang melakukan pembelian yang tidak pantas dan berlebihan biasanya mencari kebahagiaan dengan mencari kesenangan atau kepuasan sementara.

Orang-orang seperti itu mungkin menggunakan kesenangan dari perilaku tersebut sebagai penutup atas rasa sakit atau masalah yang mereka hadapi.

Namun kondisi ini juga bisa membuat orang ingin terus melakukan aktivitas yang membuatnya merasa senang dan puas.

Oleh karena itu, Novy berpesan kepada mereka yang diisyaratkan akan melewati hari kiamat untuk berusaha melatih diri agar bisa menemukan kebahagiaan dan ketenangan.

“Orang yang bahagia bukanlah orang yang selalu bahagia, tapi orang yang mempunyai hikmah dalam memaknai setiap kejadian secara positif, baik senang maupun sedih,” ujarnya.

Novi mengatakan kebahagiaan bisa datang ketika melakukan sesuatu yang baru atau mempelajari hal baru. Prestasi dapat mendatangkan kegembiraan dalam menyelesaikan aktivitas baru dan kegiatan belajar.

Menurutnya, kegiatan sosial juga bisa mendatangkan kebahagiaan seiring dengan perbincangan dan hubungan baik dengan keluarga dan teman.

Kegembiraan dan kepuasan yang muncul secara alami melalui kegiatan tersebut akan lebih bermakna.

“Jika manusia bisa menemukan kebahagiaan sejati dengan kesadaran diri, mereka tidak akan mencari kebahagiaan dengan mengejar tingkat dopamin,” kata Novy.

Dopamin adalah neurotransmitter, yang mengirimkan pesan dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Peran senyawa kimia ini dalam fungsi otak meliputi pengendalian gerakan, emosi, pembelajaran, memori dan pemecahan masalah.

Kadar dopamin yang tinggi dapat menyebabkan kesulitan mengendalikan emosi. Akibatnya, seseorang mungkin mengambil tindakan yang kemudian disesalinya atau terlibat dalam perilaku agresif.

Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Dra. A Cassandra Putranto mengatakan, menampilkan iklan dan konten di platform media sosial dapat memicu perilaku konsumen.

“Platform e-commerce dan periklanan digital dapat mendorong konsumerisme digital,” kata Cassandra.

Ia mengatakan penting untuk mengenali pemicu emosional yang membuat orang membeli secara berlebihan, termasuk barang atau jasa yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.

Untuk mencegah perilaku belanja impulsif dan berlebihan, masyarakat perlu menetapkan batasan dan prioritas pengeluaran serta mencari cara untuk mengelola stres dan emosi, tambahnya.

“Tetapkan batasan pengeluaran terlebih dahulu dan pastikan memiliki dana darurat untuk menghadapi situasi yang tidak terduga,” ujarnya.

“Carilah bantuan profesional jika Anda merasa tidak bisa mengelola stres dan emosi,” tambahnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours