Simak! Ini Aturan Baru NJOP Pemprov DKI Jakarta

Estimated read time 3 min read

Jakarta – Warga DKI Jakarta pemilik bangunan, baik tempat tinggal maupun berupa tanah kosong, harus memahami cara menghitung besaran pajak atas tanah dan bangunan yang dimilikinya.

Bagi anda yang belum paham dan ingin memahaminya, artikel ini akan memandu anda untuk memahaminya. Penghitungan besarnya pajak bumi dan bangunan tidak lepas dari apa yang dimaksud dengan NJOP yaitu nilai jual objek pajak. NJOP tidak lain adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara alami.

Nah, untuk menghitung besarnya pajak bumi dan bangunan, Anda cukup mengetahui apa itu NJOP lalu mengambil 20% dari NJOP tersebut. Apabila tidak ada jual beli, NJOP ditentukan dengan cara membandingkan harga dengan benda lain yang sejenis, atau nilai pembelian baru, atau NJOP baru.

Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda DKI Jakarta, menjelaskan Perda 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur cara mengendalikan besaran NJOP yang dijadikan dasar penghitungan PBB-P2, yaitu persentasenya. .

Artinya, minimal 20% dan maksimal 100%. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta perlu menetapkan aturan lain mengenai besaran NJOP yang digunakan dalam penghitungan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, ujarnya.

Atas tuntutan tersebut, Walikota Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan Perjanjian Nomor 17 Tahun 2024 tentang Perbandingan Nilai Jual Barang Kena Pajak yang Digunakan Dalam Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dijadwalkan pada 30 Mei 2024.

Ketentuan yang masuk dalam peraturan gubernur adalah aturan rasio NJOP yang baru, kata Morris.

Aturan yang dimaksud adalah NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 memiliki perbandingan yang berbeda-beda tergantung jenis objek PBB-P2. Sesuai Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024, NJOP digunakan untuk menghitung PBB-P2 untuk objek PBB-P2 yaitu untuk rumah, NJOP digunakan untuk menghitung PBB-P2. adalah 40%. Sedangkan selain perumahan, NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah 60% dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.

“Langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan penentuan rasionya. “Dalam pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa penetapan besaran NJOP ditentukan dengan mempertimbangkan pola penggunaan objek PBB-P2,” kata Morris.

Klasifikasi objek PBB-P2 dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan Gubernur Khusus Ibukota Nomor 17 Tahun 2024 yang menjelaskan objek PBB-P2 mencakup beberapa bangunan. Penetapan objek PBB-P2 sebagai tempat tinggal atau bukan tempat tinggal didasarkan pada jenis bangunan yang jelas kegunaannya; Dan objek PBB-P2 yang berupa tanah kosong tergolong objek pajak selain perumahan.

Ketentuan tahun lalu dalam Pasal 3 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2024 menjelaskan bahwa untuk NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 pada tahun pajak sebelum diterbitkannya Peraturan Gubernur ini, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pengumuman Pemerintah ini masih berlaku.

Dengan kata lain, NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 sebelum diterbitkannya peraturan Gubernur masih sesuai dengan ketentuan aturan yang digunakan sebelumnya.

Ketentuan yang terdapat dalam peraturan gubernur tersebut memberikan gambaran yang jelas mengenai perbandingan NJOP yang digunakan untuk menghitung pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan. Hal ini menjadi acuan penting bagi warga DKI Jakarta untuk memahami peraturan perpajakan terkait dan mengetahui kewajiban perpajakannya.

Morris Danny berharap dengan pembagian yang proporsional ini, aturan baru ini dapat meningkatkan keadilan dalam pemungutan PBB-P2, serta meningkatkan kesadaran masyarakat DKI Jakarta yang memiliki kewajiban pajak bumi dan bangunan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours