SINDOnews Goes To Campus: Dosen UPN Veteran Jakarta Berbagi Cara Antisipasi Disinformasi

Estimated read time 2 min read

Jakarta – Koordinator Program Pelatihan Koordinator Ilmu Komunikasi FISIP UPN Jakarta Azwal berbagi cara mengantisipasi dampak negatif dari misinformasi, disinformasi, dan informasi yang merugikan. Azwal menguraikan beberapa cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencapai hal tersebut.

“Kita melihat dunia sedang berubah dan salah satu perubahan itu terkait dengan cara kita menggunakan dan mengelola media kita,” kata Azwal saat talkshow SINDOnews Goes To Campus yang diselenggarakan di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta pada Rabu (5/5). ) . Juni 2024).

Ia mengatakan perubahan ini terjadi karena kebiasaan media masyarakat telah berubah. Namun perubahan tersebut tidak serta merta dimanfaatkan dalam masyarakat untuk kebaikan, bisa juga digunakan untuk hal negatif.

“Perubahan ini harus kita manfaatkan untuk hal-hal yang positif, misalnya dulu akses informasi sangat sulit, apalagi di pedesaan, hanya dalam hitungan menit, sudah sampai ke pelosok nusantara, sehingga perlu kita tanggapi. sebagaimana mestinya,” katanya.

Ia menjelaskan, misinformasi, disinformasi, dan informasi merugikan muncul akibat penggunaan yang negatif. Ketiganya memberikan dampak buruk bagi masyarakat, khususnya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Bagi saya, disinformasi, disinformasi, informasi jahat berdampak buruk bagi kita, kehidupan berbangsa dan bernegara. Saya katakan mengancam keutuhan bangsa,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, misinformasi terjadi karena berita palsu namun masyarakat tidak mengetahuinya. Disinformasi adalah konten yang disebarkan atau dibuat dengan sengaja sebagai konten palsu dan sangat berbahaya.

“Misinformasi adalah bahaya bagi kita pribadi, bagi masa depan anak-anak kita, dan bagi bangsa secara keseluruhan. Lalu bagaimana kita memitigasinya? Pertama, sebelum misinformasi terjadi, kita memerlukan literasi digital,” ujarnya.

Azwal mengingatkan, ada juga media abal-abal, yaitu media yang berpura-pura menjadi media massa. Media abal-abal ini bukanlah media massa yang menerbitkan produk jurnalistik.

Oleh karena itu, menurutnya, masyarakat perlu meningkatkan kepercayaannya terhadap media tradisional. Misalnya media yang terdaftar di Dewan Pers. Dengan begitu stasiun berita akan mengetahui siapa bosnya. Dia mendesak masyarakat untuk tidak memiliki akses terhadap media yang tidak diketahui oleh lembaga tersebut di mana mereka berada atau siapa pemimpinnya.

“Kita juga bisa meningkatkan peran lembaga-lembaga nasional seperti Dewan Pers dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan meningkatkan partisipasi kita sebagai warga negara, kita bisa membiarkan disinformasi terus beredar di kalangan kita semua. “Jika ada informasi yang kita miliki, kita bisa membiarkan disinformasi terus beredar. menurutku salah, kita punya syarat yang cukup untuk mencapai kita,” tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours