Soal Kredit Macet LPEI, Pengamat: Kualitas Pengawasan Bermasalah

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pengamat memperkirakan kredit macet yang menimpa PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank membuktikan kualitas pengelolaan masih bermasalah. Oleh karena itu, integrasi pimpinan BUMN perlu diutamakan dalam satu pintu.

Apalagi, setelah LPEI membukukan kredit bermasalah bruto mencapai 43,5% atau Rp 32,1 triliun dari pinjaman yang diterbitkan Rp 73,8 triliun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 10 triliun.

Hal itu terungkap saat Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan meminta setoran modal untuk membiayai penugasan khusus ekspor (PKE) di LPEI untuk menambah kapasitas 8 PKE serta menambah 4 PKE baru.

Pengamat Ekonomi UI, Toto Pranoto menilai keberadaan BUMN yang masih berada di Kementerian Teknis menunjukkan sesuatu yang janggal. Lagipula, pembentukan BUMN itu dibuat di bawah Kementerian Keuangan dengan nama PT SMI atau PT PII yang padahal sudah menjadi organisasi Kementerian BUMN. Apakah ada alasan khusus untuk itu? kata Toto, Selasa (2/7/2024).

“Karena Kementerian Keuangan merupakan pemegang saham BUMN, sedangkan KBUMN merupakan kuasa pemegang saham BUMN, yang berarti juga merupakan pihak yang diwajibkan oleh undang-undang untuk mewakili Kementerian Keuangan dalam pengelolaan BUMN, ” dia menambahkan. .

Berkaca dari kasus kredit macet PT LPEI, Toto menilai tak ada bedanya dengan kasus penipuan lain yang menimpa sejumlah BUMN. “Hal ini menunjukkan kualitas pengawasan masih menjadi permasalahan. Artinya, dewan pengawas yang mewakili pemilik, khususnya Kementerian Keuangan juga dinilai kurang kompeten dalam bekerja,” imbuhnya.

Berdasarkan hal tersebut, Toto menegaskan, integrasi pimpinan BUMN dalam satu atap harus menjadi prioritas yang ingin dicapai.

Banyak manfaatnya. Pertama, koordinasi untuk mendapatkan sinergi terbaik agar lebih efektif. Kedua, pola pelatihan dan pengawasan BUMN bisa dalam SOP sehingga penilaian dan pengawasan kinerja bisa lebih baik, jelasnya.

Kembali ke kasus LPEI, menurut Riyani Tirtoso, Ketua Dewan Direksi dan Direktur Eksekutif LPEI, memburuknya kualitas kredit pada organisasi yang dipimpinnya sudah terjadi sebelum tahun 2018. “Penyebabnya sebagian besar pemberian kredit sudah berakhir. -pendanaan,” kata Riyani di Komisi XI DPR RI, Senin (1/7/2024).

Menurut dia, selain memberikan pinjaman yang melebihi kapasitas peminjam, LPEI tidak memiliki infrastruktur atau sistem untuk memberikan peringatan dini terhadap kualitas pinjaman peminjam. Termasuk belum adanya unit yang khusus menangani kredit macet.

Dia menjelaskan, akibat kondisi tersebut, kualitas kredit Indonesia Eximbank memburuk. Jika dirinci, pada tahun 2018 kredit yang disalurkan mencapai Rp108,9 triliun, namun kredit macet yakni NPL mencapai Rp14,9 triliun. Selanjutnya pada tahun 2019 NPL meningkat menjadi Rp 22,9 triliun, sedangkan kredit yang disalurkan sebesar Rp 97,8 triliun.

Pada tahun 2020, kondisi kredit akan lebih sulit dengan Rp90,4 triliun dan NPL sebesar Rp23,6 triliun. Untuk periode 2021, jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp84 triliun dan NPL sebesar Rp17,7 triliun. Sedangkan pada tahun 2022, kredit sebesar Rp 83,4 triliun dan NPL mencapai Rp 22,3 triliun. Puncaknya pada tahun 2023, NPL Gross mencapai 43,5% dengan rincian kredit yang diberikan sebesar Rp73,8 triliun dengan NPL sebesar Rp32,1 triliun.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours