SP PLN: Pembahasan RUU EBET sebaiknya menunggu pemerintahan baru

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PT PLN (Persero) Abrar Ali menyatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) mencakup persoalan perencanaan sepeda listrik. Mereka harus menunggu pemerintahan baru yang akan terbentuk pada akhir Oktober.

Permintaan tersebut, kata Abrar Ali, karena masih adanya resistensi terhadap RUU tersebut dari para pemangku kepentingan, khususnya terkait skema power cycle (pemanfaatan bersama jaringan listrik PLN oleh pihak swasta).

Abrar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan, “Hal ini menunjukkan masih terdapat sejumlah potensi permasalahan dalam rancangan undang-undang tersebut, sehingga dikhawatirkan merugikan masyarakat dan negara, sehingga sebaiknya dilanjutkan pada rezim berikutnya.”

Selain itu, Abrar menilai kekhawatiran yang muncul mengenai kemungkinan ketidakmampuan PLN memasok energi listrik jika permintaan tinggi sepertinya terlalu didramatisasi.

Buktinya, hingga saat ini kami masih tetap eksis melayani kebutuhan listrik masyarakat dan dunia industri. Faktanya akan ada peningkatan permintaan, PLN akan melakukannya. memprediksi pertumbuhan jumlah pembangkit baru,” kata Abrar.

Menurut dia, persoalan peralihan kekuasaan dalam usulan EBET juga perlu dikaji lebih lanjut, karena masih terdapat resistensi, termasuk dari anggota DPR sendiri.

Masih ada penolakan, termasuk dari Anggota Komisi VII DPR Mulyanto yang menyatakan, listrik pun tidak bisa menangani sendiri permasalahan penyewaan jaringan transmisi PLN oleh pihak swasta. Ada dampak penting, PLN tidak lagi melakukan hal tersebut. menjadi satu-satunya entitas dalam sistem satu pembeli dan satu penjual (SBSS), tetapi akan membentuk sistem banyak pembeli dan banyak penjual (MBMS),” kata Abrar merujuk pada posisi anggota Komisi VII DPR Mulyanto.

Selain itu, kembali ditegaskan Abrar, Fahmy Radhi, dosen pembimbing ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), juga mengingatkan skema siklus listrik berpotensi menambah beban APBN dan merugikan negara. Pasalnya, siklus listrik akan menurunkan permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan non-organik hingga 50 persen.

Pengurangan ini tidak hanya menambah kelebihan pasokan PLN, tapi juga menambah biaya penyediaan tenaga listrik (HPP). Dampaknya bisa menambah APBN untuk mengkompensasi PLN karena tarif listrik PLN berada di bawah HEC dan harga keekonomian.

Oleh karena itu, Abrar menegaskan, pembahasan UU EBET sebaiknya terus dilanjutkan pada masa jabatan presiden terpilih 2024-2029.

Jadi kita masih punya waktu untuk membahasnya agar tidak ada yang dirugikan. Kita tidak ingin dipaksakan begitu saja sebelum masa jabatan presiden saat ini berakhir pada bulan Oktober. Kata Abrar: Ini menyedihkan bagi rakyat dan akan menjadi sebuah bencana. beban berat di masa depan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours