Stafsus Sri Mulyani klarifikasi soal tukin Kemenkeu naik 300 persen

Estimated read time 3 min read

Jakarta dlbrw.com – Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastow mengeluarkan klarifikasi terkait pemberitaan yang beredar di media sosial soal Sri Mulyani menaikkan tunjangan kerja (tukin) pegawai di Kementerian Keuangan ( Kementerian Keuangan). ) hingga 300 persen.

Prastowo menjelaskan, penjelasan tersebut bermula dari pernyataan Sri Mulyani dalam diskusi peluncuran buku biografinya, “Tanpa Batas: Reformasi dengan Hati”, 20 September 2024.

“Pembahasan, narasi, kerangka dan keputusan semakin meluas dan melenceng dari konteks dan substansi pembahasan. Saya terpanggil untuk mengoreksi hal-hal tersebut agar jalan bangsa ini dapat dipahami oleh generasi muda secara keseluruhan,” kata Prastowo di Jakarta . , Rabu

Dijelaskannya konteksnya, dalam peluncuran buku tersebut, Sri Mulyani menceritakan pengalamannya saat memimpin reformasi di Kementerian Keuangan pada tahun 2005. Khususnya dalam rangka penyesuaian gaji pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu penting untuk mencapai APBN.

Saat itu, jurnalis senior Rosiana Silalahi bertanya kepada Sri Mulyani tentang langkah pembenahan birokrasi selama menjabat Menteri Keuangan.

Prastowo memastikan pembahasan penambahan jumlah uang tidak lepas dari reformasi birokrasi Kementerian Keuangan yang meliputi modernisasi sistem perpajakan, revisi aturan hukum, dan pembentukan unit kepatuhan internal.

Peningkatan tukin merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus meningkatkan profesionalisme dalam memenuhi kewajiban pemungutan pajak.

“(Saat itu) ia mengungkapkan, gaji Dirjen Pajak yang bertanggung jawab pada APBN sebenarnya lebih rendah dibandingkan gaji Doktor Ilmu Pengetahuan Alam yang merupakan peneliti di LPEM UI. Ibu SMI (Sri Mulyani) pernah berkarir sebagai peneliti hingga menjadi Ketua LPEM UI sebelum bertugas di “IMF (Dana Moneter Internasional) dan kemudian menjadi menteri di kabinet Pak SBY. Jadi yang disampaikan adalah pengalaman empiris. di lapangan nanti,” jelas Prastowo.

Saat itu, yang dilakukan Sri Mulyani tak hanya penyesuaian gaji pekerja take home, tapi juga merombak sistem pelayanan, modernisasi kantor pajak, revisi kode pajak (TC) dan optimalisasi target penerimaan.

Upaya reformasi ini tidak sia-sia. Prastowo menjelaskan, pada tahun 2004, di awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jumlah Wajib Pajak (WP) yang terdaftar hanya 2,73 juta dengan target penerimaan pajak sebesar Rp 279,2 triliun.

Namun pada tahun 2014, jumlah wajib pajak melonjak menjadi 30,57 juta dengan target penerimaan pajak mencapai Rp1.246,1 triliun.

Artinya dalam 10 tahun pemerintahan Pak SBY (2004-2014) terjadi peningkatan jumlah wajib pajak sebesar 27,84 juta atau 1019,8 persen, target penerimaan pajak meningkat sebesar Rp 966,9 triliun atau meningkat 346,3 persen. persen. Besaran APBN kita juga meningkat, “sebesar 336,5 persen atau Rp1.446,9 triliun,” jelasnya.

Lebih lanjut Prastowo menjelaskan hingga tahun 2024, jumlah wajib pajak meningkat menjadi 72,46 juta orang, dan target pajak terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pembangunan negara.

Reformasi ini juga didukung oleh beberapa kebijakan perpajakan strategis seperti perubahan undang-undang perpajakan dan penerapan Program Keterbukaan Data Sukarela.

Lebih lanjut, ia menambahkan, diskusi publik mengenai reformasi perpajakan harus dilakukan secara objektif, berdasarkan konteks dan fakta yang benar.

“Pro dan kontra itu wajar. Wacana publik harus dijaga dan dikembangkan. Namun sebaiknya pembahasan dimulai dari premis dan konteks yang benar agar adil, obyektif, dan konstruktif. Semua pihak berhak bertukar pikiran dan saran untuk perbaikan. , kami juga memahami banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours