Subsidi Energi Terus Melonjak, Gas Bumi Bisa Jadi Solusi Kurangi Impor LPG

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Jelang pergantian pemerintahan pada 20 Oktober, pemerintahan baru pimpinan Presiden Prabowo Subianto masih terkendala permasalahan energi. Salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya impor LPG yang saat ini dikonsumsi oleh rumah tangga dan dunia usaha di Indonesia.

Berdasarkan data Komisi Pengawas Persaingan Ekonomi atau KPPU, pasokan gas mencapai Rp 460 triliun sejak 2019 hingga tahun ini. Nilai impor LPG tahun 2019-2023 sebesar Rp 288 triliun, Total pasokan gas sebesar Rp 373 triliun pada periode yang sama. Dengan kata lain, 77% subsidi PB dihabiskan untuk impor PB.

Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center for Economic Reforms (CORE) Indonesia, menilai subsidi energi yang besar, khususnya LPG, menjadi beban bagi pemerintahan baru. Oleh karena itu, ia berpesan agar pemerintah meraih kesuksesan dengan memperbaiki sumber daya alam dalam negeri. Seperti halnya gas alam, produksi dan cadangan di Indonesia masih cukup besar.

“Kami yakin upaya diversifikasi sumber energi akan menjadi penting bagi pemerintahan baru, terutama di tahun-tahun mendatang, selain upaya penurunan emisi dan subsidi yang besar,” ujarnya. Jakarta, Senin (2 September 2024).

Baca Juga: Subsidi Listrik 2025 Disepakati Rp 90,22 Triliun, Bahlil Ungkap Alasan Kenaikannya

Yusuf menilai gas bumi akan mempunyai peran strategis dalam penyediaan energi nasional di masa depan. Selain berfungsi sebagai energi transisi menuju emisi nol bersih pada tahun 2060 seperti yang ditetapkan pemerintah, gas alam merupakan sumber energi yang paling banyak digunakan di Indonesia saat ini.

“Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan gas alam terbesar di dunia,” imbuhnya.

Salah satu aset strategis yang harus segera dioptimalkan pemerintahan baru adalah perluasan jaringan gas bumi perumahan (Jargas). Dengan memanfaatkan jaringan gas kota; Pemerintah mungkin terbuka terhadap kemungkinan pengurangan subsidi dibandingkan impor LPG yang saat ini mendapat porsi subsidi cukup besar dalam APBN.

Di sisi lain, optimalisasi gas bumi tidak hanya dapat dilakukan dengan membangun jaringan gas bumi, tetapi juga dengan mendorong perusahaan pelat merah seperti PLN untuk menggunakan energi gas selain batu bara, kata Yusuf.

Dengan begitu, penyerapan yang dilakukan PLN tentunya dapat menjaga daya saing harga gas bumi nasional sekaligus mengurangi penggunaan batu bara yang dinilai ramah lingkungan.

“Potensi yang melekat pada gas alam untuk merangsang pembangunan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang, termasuk pengembangan industri, sungguh disayangkan,” tambahnya.

Hal ini sejalan dengan inisiatif Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memaksimalkan pemanfaatan kaca.

“Kita dapat menggunakan produksi gas dalam negeri untuk menggantikan LPG dan mengurangi impor dan subsidi,” kata Noor Arifin Muhammad, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Ke depan, program gas bumi akan diperluas lebih luas dan penetrasinya diharapkan semakin besar karena pemanfaatan gas bumi sejalan dengan peta jalan yang dicanangkan pemerintah sebagai energi ramah lingkungan.

Pembangunan jargas selama ini dilaksanakan dengan pendanaan APBN dan Non APBN (Badan Usaha). Jumlah Jargas yang dibangun pada akhir tahun 2023 mencapai 992.000 SR, terbesar di antara 17 negara bagian.

Komaidi Notonegoro, direktur eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan ada kebutuhan untuk mengoptimalkan gas alam sebagai solusi beban berat LPG di negara ini. Selain itu, konsumsi LPG domestik di Indonesia meningkat sebesar 200% dalam 10 tahun terakhir.

Baca juga: Subsidi dan kompensasi energi meningkat menjadi Rp 394,3 triliun pada tahun 2025

Dalam Anggaran Pajak dan Belanja Nasional (APBN) Tahun 2024; Proporsi subsidi PB merupakan yang terbesar dari komposisi subsidi energi senilai Rp186,90 triliun. 44,55% atau Rp 83,27 triliun. “Anggaran penyediaan LPG dimulai pada tahun 2006 seiring dengan peralihan dari minyak tanah ke LPG,” jelas Komaidi baru-baru ini.

Saat itu, LPG menjadi solusi nyata seiring beban pasokan minyak tanah yang terus meningkat. Pada tahun 2006, pasokannya mencapai 50 persen dari total pasokan bahan bakar.

Dibandingkan minyak tanah, penggunaan LPG terbukti memberikan beberapa manfaat ekonomi, salah satunya adalah perbaikan posisi anggaran APBN dari tahun ke tahun, lanjutnya.

Karena tingginya ketergantungan pada impor pada awal berdirinya, penggunaan LPG di dalam negeri telah memberikan tekanan langsung pada kondisi fiskal dan stabilitas rupee.

Konsumsi LPG dalam negeri meningkat dari 1,27 juta ton pada tahun 2007 menjadi 9 juta ton pada tahun 2023, dan produksi LPG dalam negeri meningkat dari 1,40 juta ton pada tahun 2007 menjadi 1,98 juta ton pada tahun 2023.

“Beralih ke konsumsi LPG dengan meningkatkan penggunaan gas alam dapat mengatasi banyak hambatan penggunaan LPG di dalam negeri. Misalnya dari segi keuangan, keadaan keuangan Negara atau APBN; Harga gas bumi lebih murah dibandingkan LPG untuk satuan yang sama, jadi bisa lebih baik,” usulnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours