Suharso: Keanekaragaman hayati jadi modal pembangunan berkelanjutan

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan keanekaragaman hayati (kehati) merupakan pusat pembangunan berkelanjutan.

“Keanekaragaman hayati merupakan pusat pembangunan berkelanjutan dan bagian kedua perekonomian Indonesia, yang memiliki 22 jenis sumber daya alam dan 98 jenis tumbuhan alam,” ujarnya dalam dokumen Strategi dan Rencana Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP), atau Indonesia Biodiversity Strategy. dan Rencana Kerja Tahun 2025-2045, Jakarta, Kamis.

Keanekaragaman hayati Indonesia mencakup 9,7% flora, 15% satwa, 9% reptil, 6% amfibi, 17% burung, dan 9% ikan laut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga memiliki 4 (empat) dari 25 zona kehidupan laut di dunia.

Dalam dekade berikutnya, kekhawatiran terhadap hilangnya keanekaragaman hayati dipandang sebagai ancaman global yang besar. Menurut studi tahun 2019 yang dilakukan oleh Platform Antarpemerintah tentang Jasa Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES), hampir satu juta spesies tumbuhan dan hewan terancam punah dalam satu dekade terakhir.

Hal ini mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat, sehingga berdampak pada perekonomian, kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, dan konflik kepentingan.

Dengan adanya visi makhluk hidup Tanah Air di masa depan, lanjutnya, maka tidak diperlukan lagi cara-cara medis untuk menjaga lingkungan untuk mencapai Visi Emas Indonesia 2045.

Keanekaragaman hayati dikatakan perlu dijaga agar negara menjadi bernilai dan berdaya saing, serta berkontribusi terhadap pembangunan negara yang meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia.

Salah satu upaya terdepan dalam pemeliharaan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah dengan menempatkannya sebagai bagian dari pengembangan pembangunan sosial dan lingkungan, khususnya lingkungan yang baik sebagaimana tujuan Indonesia Emas 15.

Oleh karena itu, pihaknya telah menyusun IBSAP tahun 2025-2045 yang sejalan dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029). Selain itu, juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) dan Perjanjian Global Kunming-Montreal tentang Keanekaragaman Hayati (KM-GBF).

Dokumen ini berisi tiga tujuan pengelolaan lingkungan hidup, 13 strategi, 20 tujuan nasional dan 95 kelompok aksi.

Tujuan pertama adalah untuk mendorong keselarasan dan stabilitas ekologi dalam pengelolaan keanekaragaman hayati, mengurangi risiko kepunahan spesies, dan melestarikan keanekaragaman genetik. Selain itu, tujuan kedua adalah meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan bagi masyarakat dan generasi mendatang, yang dapat dicapai melalui empat strategi, lima tujuan nasional, dan 25 kelompok kerja.

Terakhir, tujuan ketiga terkait dengan peningkatan pengelolaan lingkungan hidup atau penggunaan alat (BM) dengan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kekuatan masyarakat, mendorong investasi, dan memperkuat peraturan perundang-undangan.

“Ketiga tujuan ini telah dikembangkan dengan baik menjadi tujuan dunia ke-20,” kata Suharso.

Perencanaan pengelolaan keanekaragaman hayati di seluruh dunia juga dikelola melalui kementerian dan lembaga terkait hingga dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025. 2025-2029. akan

“IBSAP 2025-2045 mencakup langkah-langkah dan rencana untuk menjamin ketersediaan sumber daya yang memadai, termasuk penciptaan cara-cara baru pembiayaan dan partisipasi sektor swasta. Kapasitas yang harus dibentuk” Selain itu, untuk meningkatkan pengelolaan, termasuk integrasi data dan informasi, serta pemanfaatan teknologi digital untuk pengelolaan keanekaragaman hayati yang lebih baik menjadi salah satu strategi IBSAP 2025-2045,” kata Kepala Bappenas.

Pemerintah Indonesia menyetujui Konvensi Keanekaragaman Hayati melalui UU No. 5 Tahun 1994 Mengadopsi Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati sebagai sarana komitmen terhadap pengelolaan keanekaragaman hayati di seluruh dunia.

Sejak tahun 1993, pemerintah telah menyusun rencana pengelolaan lingkungan hidup yang diubah menjadi IBSAP 2003-2020 dan diubah menjadi Target Aichi IBSAP 2015-2020.

Seiring dengan penerapan IBSAP 2015-2020, IBSAP 2025-2045 dirancang untuk memastikan adaptasi pengelolaan keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhan dunia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours