Tak Hanya Pendidikan, Layanan untuk Anak Usia Dini Butuh Kolaborasi Multisektor

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Perkembangan layanan anak usia dini mempunyai peranan strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depan. Peningkatan kualitas layanan anak usia dini memerlukan kolaborasi multisektoral, mulai dari pendidikan hingga kesehatan.

Pentingnya tumbuh kembang anak pada usia ini begitu penting sehingga mendorong berbagai pihak untuk berkontribusi didalamnya.

Lebih dari 500 peserta dari 48 negara mengikuti Konferensi Regional Asia-Pasifik 2024 yang diselenggarakan oleh Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood (ARNEC) di Penang, Malaysia.

Dalam kesempatan menjadi narasumber dalam meja bundar di hari pertama, Eddy Henry, Kepala Kebijakan dan Advokasi Tenoto Foundation, menjelaskan pentingnya layanan stimulasi selain layanan kesehatan dan gizi pada anak usia dini khususnya. orang tua. 0-3 tahun

Pelayanan ini bertujuan untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan usia yang optimal, dan penting untuk menghubungkan pelayanan khususnya pelayanan kesehatan, pembinaan keluarga anak usia dini, pelayanan pendidikan anak usia dini dan pelayanan sosial.

Eddy menjelaskan, program pengembangan anak usia dini (PAUD) di Indonesia mendapat perhatian pemerintah dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 60 Negara Republik Indonesia Tahun 2013.

Perpres tersebut menetapkan bahwa layanan PAUD harus diberikan secara holistik dan terpadu, meliputi aspek pendidikan, kesehatan, gizi, keselamatan, dan pengasuhan anak.

Dalam pelaksanaannya, berbagai kementerian dan lembaga negara telah melaksanakan berbagai program layanan yang mencakup pembinaan dan pendidikan anak usia dini, seperti Posyandu, pembinaan keluarga anak (BKB), pendidikan anak usia dini, dan program keluarga harapan (PKH).

Untuk mendukung program pemerintah tersebut, berbagai inisiatif dan inovasi juga telah dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, dan filantropis.

“Untuk melengkapi pelayanan Posyandu dan BKB yang biasanya berlangsung satu bulan sekali, kami merintis program kerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat dengan mendirikan pusat layanan perawatan dan stimulasi pada anak usia dini yang dikenal dengan Rumah Anak SIGAP”. Siaran pers yang dikutip Minggu (30/6/2024) berbunyi.

Ia menjelaskan bahwa pusat yang dibuka setidaknya lima hari dalam seminggu dapat memberikan layanan pengembangan anak usia dini yang berkualitas secara lebih sering dan intensif.

Dalam praktek di lapangan sering dijumpai kader Posyandu dan kader BKB adalah orang yang sama. Mereka adalah anggota masyarakat yang paling aktif, kebanyakan perempuan.

Oleh karena itu, pelatihan yang efektif akan memungkinkan para pekerja garis depan ini memperoleh pengetahuan yang memadai tentang perkembangan anak usia dini, termasuk aspek kesehatan, gizi, stimulasi, keselamatan dan keamanan, serta pola asuh yang responsif.

“Dalam program Rumah Anak SIGAP, kami bekerja sama dengan pekerja garda depan dan melatih mereka menjadi fasilitator,” kata Eddy.

Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kader sebagai fasilitator tentunya akan berdampak positif terhadap peningkatan pelayanan yang mereka berikan selama kegiatan pelayanan Posyandu atau BKB.

Di Indonesia, layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini dikelola oleh pemerintah. Jika dilihat dari cakupan layanan dalam menjangkau jumlah balita, tiga program pemerintah terbesar adalah Posyandu, BKB dan KB/TPA.

Menurut Eddy, agar program-program tersebut dapat berjalan maksimal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

Pertama, perlunya mengembangkan program pengembangan dan layanan pendidikan anak usia dini menjadi program yang lebih terpadu dan terstruktur. Misalnya, layanan BKB mungkin ditawarkan bersamaan dengan layanan Posyandu.

Orang tua dapat belajar tentang mengasuh anak dan merasa bersemangat saat anak bermain sambil menunggu giliran. Alternatifnya, anak-anak dengan keterlambatan perkembangan dapat dirujuk ke layanan konseling kesehatan dan gizi. Dengan begitu, keluarga yang memiliki anak kecil bisa mengakses layanan kesehatan, gizi, dan stimulasi di hari yang sama.

BKKBN melaksanakan pengelolaan rekrutmen, pelatihan, pendistribusian peralatan dan mainan, monitoring dan evaluasi, dokumentasi dan peningkatan keterampilan kader BKB.

Sementara Kementerian Kesehatan akan terus fokus melakukan hal serupa pada aspek kesehatan dan gizi kader Posyandu. Koordinasi yang baik, termasuk pertukaran informasi dan pembelajaran silang, akan berdampak positif terhadap tumbuh kembang anak dan kesejahteraan keluarganya.

“Kuncinya di sini adalah koordinasi lintas sektor dan kerja sama untuk kepentingan anak dan keluarganya,” lanjut Eddy.

Kedua, memperkuat berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan anak usia dini. Di sisi pasokan, diperlukan penguatan peraturan yang memadai dan jelas, alokasi anggaran yang memadai, dan insentif yang memadai bagi pekerja garis depan.

Sementara dari sisi permintaan, perlu adanya edukasi yang terus menerus kepada masyarakat khususnya orang tua untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengakses layanan kesehatan, gizi dan stimulasi khususnya pada usia 0-3 tahun.

Dengan cara ini, diharapkan masyarakat dapat rutin mengikuti kegiatan pelayanan, menindaklanjuti rujukan jika diperlukan, dan meningkatkan praktik perawatan di rumah.

Ketiga, koordinasi program yang lebih baik di tingkat nasional dan daerah adalah hal yang penting.

Menurut Eddy, negara-negara dengan kondisi sosial budaya dan kapasitas adopsi teknologi yang berbeda tidak bisa menerapkan “one size for all”.

Pemangku kepentingan harus mengembangkan serangkaian model pemberian layanan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sektor.

“Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan masyarakat sejak awal serta pemantauan dan kajian terhadap proses dan dampaknya, sehingga model tersebut dapat terus kita sempurnakan dan disebarkan”, ujar Eddy menutup pemaparannya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours