Teknologi Keamanan Data Dinilai Tidak Cukup untuk Menangkal Serangan Siber

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Serangan siber memang menjadi ancaman serius di era digital saat ini. Ketika dunia siber menjadi semakin kompleks dan ketergantungan kita pada teknologi semakin canggih, para pelaku kejahatan siber terus mengembangkan metode baru untuk mengeksploitasi kerentanan dalam sistem dan data.

Keamanan siber menjadi isu penting di era digital saat ini. Ketergantungan terhadap internet dan teknologi digital terus meningkat yang dikaitkan dengan tingginya risiko serangan siber. Oleh karena itu, infrastruktur keamanan yang kuat merupakan aset penting untuk melindungi data dan informasi sensitif dari peretas.

Risiko serangan siber dapat menimpa semua orang, baik individu, organisasi, atau bahkan negara. Data dari Laporan Risiko Global Forum Ekonomi Dunia tahun 2024 menjelaskan bahwa serangan siber menduduki peringkat kelima di antara risiko global yang menjadi perhatian utama responden pemerintah dan sektor swasta.

Badan Jaringan dan Sandi Negara (BSSN) juga menemukan jumlah serangan siber di Indonesia mengalami peningkatan, misalnya pada tahun 2023 mencapai 400 juta serangan dan didominasi oleh malware seperti Trojan dan ransomware. Jadi, solusi keamanan seperti apa yang diperlukan untuk melindungi dari serangan siber?

Terkait keamanan siber, tidak cukup hanya berfokus pada teknologi keamanan. Ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yakni. “orang” atau orang yang memegang kendali harus sadar akan keamanan atau keamanan siber, dan “proses” yang digunakan untuk mengelola penerapan Business Continuity Plans (BCPs). .

“Saat ini banyak pihak yang mengandalkan pendekatan keamanan jaringan yang bersifat teknologi atau technology-centric, dengan asumsi pemasangan firewall, EDR (Endpoint Detection and Response) atau WAF (Web Application Firewall) dan sistem keamanan jaringan perimeter lainnya sudah cukup untuk” Faktanya, pendekatan ini kurang tepat. Selain mempertimbangkan keamanan siber, ketahanan siber juga harus diutamakan,” kata Paulus Miki Resa Gumilang MSSP Product Manager DTrust.

Inti dari ketahanan jaringan adalah memastikan jika terjadi serangan, sistem harus mampu pulih dan berfungsi normal dalam jangka waktu singkat. Peristiwa PDNS di Kominfo merupakan salah satu contoh tragedi keamanan siber yang berdampak pada pelayanan publik.

Oleh karena itu, semua industri baik perusahaan kecil, menengah, besar maupun pemerintah harus mengambil kebijakan keamanan yang tepat dan komprehensif, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Ketahanan dunia maya sangat penting karena mencakup manajemen risiko, perencanaan tanggap darurat, pencadangan, dan pemulihan.

Prinsipnya menggabungkan strategi proaktif dan reaktif dengan kemauan untuk merespons dan pulih dengan cepat dari serangan, sehingga memastikan kelangsungan operasional. Setiap pengguna harus memahami perannya dalam pemulihan dari insiden dunia maya.

Untuk menyediakan sistem keamanan yang komprehensif dan andal, keamanan siber dan ketahanan siber harus berjalan beriringan. Sebagai penyedia layanan keamanan terkelola (MSSP) berbasis cloud terkemuka di Indonesia, DTrust Datacomm menggunakan implementasi terstruktur yaitu kerangka keamanan siber.

Ada beberapa komponen utama yang diterapkan oleh DTrus. Pertama adalah identifikasi, yaitu. memahami apa saja yang perlu dilindungi dalam perusahaan, misalnya aset bisnis yang penting. Kedua, penemuan, yaitu. kemampuan untuk mengidentifikasi serangan atau ancaman.

Yang ketiga adalah perlindungan, yaitu tindakan untuk mencegah serangan atau kerusakan. Yang keempat adalah daya tanggap, atau kemampuan untuk merespons dan mengelola insiden keamanan. Terakhir, pemulihan adalah langkah yang bertujuan memulihkan fungsi normal setelah suatu kejadian.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours