Terpapar polusi udara terus-menerus bisa depresi

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Psikolog Patricia Elfira Vinny mengatakan, selain berdampak pada kesehatan fisik, paparan polusi udara secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, psikosis, dan demensia.

Lebih lanjut, Patrícia mengatakan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, terdapat juga bukti bahwa anak-anak dan remaja yang terus-menerus terpapar polusi udara pada tahap kritis perkembangan mentalnya akan berisiko mengalami masalah kesehatan mental di masa depan. masa depan.

Risiko ini akan lebih besar kemungkinannya dialami oleh masyarakat yang tinggal di wilayah metropolitan seperti Jabodetabek. Sebab, masyarakat di kota besar cenderung memiliki kondisi psikososial yang lebih kompleks, ujarnya.

Pada 1 Juli 2024 pukul 08:00 WIB, IQAir mencatat Jakarta menduduki peringkat keempat kota paling tercemar di dunia dengan konsentrasi PM2,5 sebesar 82 mikrogram per meter kubik atau masuk kategori tidak sehat.

Merujuk pada penelitian yang dipublikasikan di PubMed Central, polusi udara berdampak pada penurunan tingkat kebahagiaan seseorang dan juga meningkatkan tingkat gejala depresi.

Namun, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Pollution juga menemukan hubungan antara peningkatan risiko depresi dan paparan PM2.5 dalam jangka panjang.

Patricia mengatakan, kemacetan yang dialami setiap hari di tengah buruknya kualitas udara, permasalahan keuangan, dan tekanan pekerjaan menjadi faktor yang membuat masyarakat di wilayah metropolitan dengan polusi udara tinggi lebih rentan terkena penyakit mental.

Menurutnya, jika polusi udara terus berlanjut, maka jumlah penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia bisa terus meningkat.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 1 dari 10 orang di Indonesia pernah mengalami masalah kesehatan mental.

Beberapa gejala awal gangguan kesehatan mental, terutama gangguan depresi, yang mungkin dialami penderita adalah gangguan konsentrasi, kegelisahan, ketidakmampuan mengambil keputusan, dan gangguan tidur.

Dalam jangka panjang, gangguan kesehatan mental akibat polusi udara yang tidak ditangani dengan baik juga bisa berujung pada bunuh diri.

Sebuah studi yang dilakukan oleh National Bureau of Economic Research Cambridge menemukan bahwa polusi udara meningkatkan jumlah kasus bunuh diri hingga 0,49 persen dalam kasus bunuh diri harian untuk setiap kenaikan gram per meter kubik PM2.5 harian. PM 2.5 merupakan partikel polusi udara terkecil yang berbahaya bagi manusia karena tubuh tidak dapat menyaring partikel tersebut.

Patrícia menambahkan, masyarakat perlu menemui psikolog atau psikiater ketika merasakan tanda-tanda awal gangguan jiwa.

“Untuk menjaga kesehatan mental di tengah buruknya kualitas udara dan berbagai pemicu stres lainnya, masyarakat diimbau untuk tidak melakukan diagnosis sendiri dan berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan pengobatan yang tepat,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours