Tidak Tahu Kapan Waktu Tidur di Planet Ini, Siang dan Malam Abadi

Estimated read time 3 min read

LONDON – Saat siang berganti malam dan malam berganti siang di Bumi, tubuh manusia mengetahui kapan harus tidur dan kapan harus bangun. Namun bagaimana jika hal itu tidak terjadi?

Para ilmuwan mengatakan ada milyaran planet serupa di alam semesta yang tidak mengalami siklus siang dan malam. Hal ini karena planet-planet terkunci pasang surut terhadap bintangnya, artinya hanya satu sisi yang menghadap bintang dan sisi lainnya selalu gelap.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam The Conversation kini mengeksplorasi bagaimana kehidupan alien, jika ada, hidup, tidur, dan tumbuh subur di planet-planet ini.

Menurut Wion News, manusia dan banyak bentuk kehidupan lain di Bumi tidur dan bangun karena ritme sirkadian, yang berhubungan langsung dengan siang dan malam.

Tapi bagaimana kehidupan alien tahu kapan harus tidur atau kapan harus bangun di planet yang tidak memiliki siang dan malam? Para ilmuwan mengatakan, kondisi siklus sirkadian di sana bergantung pada faktor selain siang dan malam.

Jam sirkadian yang didasarkan pada ruang dan bukan waktu adalah salah satu cara organisme yang hidup di sisi siang hari bermigrasi ke sisi malam untuk beristirahat dan beregenerasi.

Menurut artikel tersebut, siklus sirkadian mempengaruhi biokimia, suhu tubuh, pembaharuan sel, perilaku dan banyak lagi. Namun, tidak diketahui seberapa penting periode tidak aktif dan pemulihan bagi kehidupan.

Para peneliti mengutip organisme yang terus berkembang dan tumbuh secara independen dari sinar matahari di Bumi, seperti penghuni gua, kehidupan laut dalam, kerak bumi, dan mikroorganisme dalam tubuh manusia.

Mereka memiliki bioritme, tetapi tidak berhubungan dengan cahaya. Misalnya, tikus mondok telanjang hidup di bawah tanah dan tidak pernah terkena sinar matahari. Namun, mereka memiliki jam sirkadian, tetapi jam yang disesuaikan dengan siklus suhu dan curah hujan diurnal dan musiman. Kerang laut dalam dan kepiting pelepas panas selaras dengan gelombang laut.

Planet-planet juga dapat mengembangkan bioritme yang disinkronkan dengan siklus tersebut, kata makalah tersebut. Di planet yang mengalami pasang surut, kontras antara sisi siang dan malam menciptakan semburan angin dan gelombang atmosfer yang cepat.

Ketika elemen-elemen ini berinteraksi, iklim berubah ke berbagai keadaan, menghasilkan siklus suhu, kelembapan, dan curah hujan yang teratur. Jadi, meskipun planet ini stabil, lingkungannya berubah.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam The Conversation, terdapat antara 100 miliar hingga 400 miliar bintang di Bima Sakti. Sebagian besar bintang-bintang ini merupakan katai merah dingin, yang juga dikenal sebagai katai M.

Menurut sebuah penelitian pada tahun 2013, 41 persen bintang katai M memiliki planet yang mengorbit di zona “Goldilocks”, yaitu jarak di mana sebuah planet memiliki suhu yang tepat untuk mendukung keberadaan air dalam bentuk cair.

Planet berbatu yang mengorbit pada zona layak huni bintang katai M disebut M-Earth. Karena bintang katai M jauh lebih dingin daripada Matahari kita, jarak planet-planetnya sangat dekat, sehingga tarikan gravitasi bintang terhadap planet-planet tersebut sangat kuat.

Karena gravitasi bintang menarik sisi dekat planet lebih kuat daripada sisi jauhnya, rotasi planet melambat. Artinya sebagian besar Bumi-M mungkin terkunci pasang surut, dengan satu belahan bumi selalu menghadap matahari dan belahan bumi lainnya selalu menjauhi matahari.

Hal serupa juga terjadi pada Bulan, yang letaknya terkunci pasang surut dengan Bumi, sehingga kita tidak pernah melihat sisi terjauh dari satelit Bulan kita. Planet terdekat dengan Bumi adalah Proxima Centauri di Alpha Centauri b.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours