Tidak Takut Air Laut Surut, Ilmuwan Ini Bor Dasar Samudra Atlantik

Estimated read time 3 min read

SIDNEY – Tim ilmuwan menggali perut bumi untuk melihat mantel bumi, bagian yang sulit dijangkau dan menyimpan banyak misteri.

Para ilmuwan secara rutin mengambil sampel inti dari wadah silinder berisi material dari permukaan bumi untuk menganalisis berbagai komponen.

Data dapat menjadi jendela ke masa lalu bumi, memberikan informasi tentang perubahan iklim dan lingkungan, atau bentuk bumi itu sendiri.

Pengeboran laut dalam menghadirkan tantangan unik, sehingga penjelajah sering kali terpaksa mengebor batu di dasar laut.

Menganalisis tekstur batuan ini dapat mengungkap informasi berharga, namun batuan ini dapat diubah oleh tekanan laut dan paparan air asin.

Ekspedisi tersebut akan berlangsung antara April dan Juni 2023 di kawasan Samudra Atlantik Utara yang dikenal dengan nama Atlantis Massif, sebuah danau yang berada 14.000 kaki (4.267 meter) di atas permukaan laut.

Lokasi tersebut dipilih karena aktivitas tektonik di kawasan tersebut mendorong batuan alam jauh ke dalam kerak bumi di dekat laut, sehingga lebih mudah untuk dipulihkan.

Namun, dibutuhkan banyak penggalian untuk mendapatkan peridotit setinggi sekitar 4.160 kaki (1.268 meter), sejenis batuan beku.

Kedalaman ekstrim jauh melampaui pengeboran batuan mantel.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh C. Johan Lissenberg dari Universitas Cardiff, para ilmuwan mampu memulihkan 71% material yang digali, hampir sepenuhnya memulihkan potongan panjang harzburgit (yaitu batuan hasil modifikasi air).

Seperti dilansir dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Science, para peneliti menganalisis mineral di dalam batuan tersebut dan menemukan bukti jelas tentang bagaimana batuan tersebut lahir di dalam mantel yang naik ke permukaan.

Dalam teori tersebut, tekanan yang melelehkan batuan tersebut kemudian terdorong ke atas, bercampur dengan magma di dalam tanah sebelum meledak ke permukaan laut.

Para peneliti juga menemukan intrusi batuan kristal yang disebut gabbro, yang terbentuk dari pendinginan magma yang lambat. Gabbro diyakini berperan penting dalam mengendalikan simpanan mineral dan gas yang ditemukan di lautan dalam, yang menurut beberapa ilmuwan merupakan rumah ideal bagi terbentuknya kehidupan pertama.

Mempelajari lebih banyak tentang puing-puing tersebut dapat mengarah pada teori-teori baru tentang bagaimana kehidupan di Bumi pertama kali dimulai, dan bagaimana kehidupan dapat terbentuk di planet lain.

Dalam studi tersebut, para peneliti percaya bahwa analisis lebih lanjut harus dilakukan terhadap apa yang mereka gali.

“Catatan ekstensif yang diperoleh selama Ekspedisi 399 memberikan peluang besar untuk meningkatkan pemahaman kita tentang mantel lautan bagian atas,” ujarnya.

Dalam artikel yang menyertainya, profesor Universitas Utrecht Eric Hellebrand mengatakan bahwa “kedalamannya jauh lebih besar dibandingkan penggalian sebelumnya dan juga memberikan kesempatan untuk memahami struktur dan komposisi mantel dan bagaimana mantine berinteraksi dengan hidro dan organisme.”

Ia juga menyampaikan harapannya agar ekspedisi tersebut dapat meningkatkan kajian tentang penciptaan bumi.

“Pemodelan kelautan selama puluhan tahun menggunakan fosil telah menghasilkan gambaran buruk tentang mitologi kelautan,” tulisnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours