Tok! PN Takalar Vonis Bebas Kades Kadatong dalam Kasus Pelecehan Seksual

Estimated read time 3 min read

TAKALAR – Kepala Desa Kadatong (Kades) berinisial AR, Kecamatan Takalar, Kabupaten Galesong Selatan, dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim yang dipimpin Muhammad Safwan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Takalar.

AR dibebaskan dari tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap seorang warga yang kini menjalankan persekutuan. Majelis hakim menilai tidak terbukti terdakwa melakukan kekerasan seksual.

Tim kuasa hukum terdakwa Ida Hamidah sejak awal menyatakan yakin kliennya akan dibebaskan oleh majelis hakim. Keputusan no. 23/Pid.Sus/2024/PN.Tka yang dibacakan dengan putusan bebas itu benar.

Setelah mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang melibatkan tiga orang saksi dan satu orang ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Takalar, maka putusan tersebut dibenarkan, dimana salah satu dari tiga orang saksi tersebut adalah pelapor dan dua orang lainnya adalah pelapor. adalah saksi. hanya menjadi saksi.

“Saksi faktual yang kami miliki saat ini ada enam orang, ahli satu orang yakni Dr. Ichlas N. Afandi, S.Psi., MA dari Universitas Hasanuddin Makassar dan 14 alat bukti surat,” kata Ida, Selasa (11/06/2024).

Tuntutan terhadap kliennya berupa dakwaan alternatif pertama, Pasal 82(1) Jo. Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 No. 23 Tahun 2002 tentang perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak.

UU No. 17 Tahun 2016 Republik Indonesia tentang perubahan UU No. 23 Tahun 2002. Perubahan Kedua, menggantikan UU No. 1 Tahun 2016 yang mengatur peraturan pemerintah.

Dakwaan alternatif lainnya adalah bahwa perbuatan terdakwa diatur dan diancam sebagai tindak pidana berdasarkan Pasal 6(c). Pasal 15 ayat 1 huruf (g) UU Pelecehan Seksual no. 12 tahun 2022.

Fakta persidangan menunjukkan bahwa terdakwa didakwa melakukan tindakan pencabulan pada hari Senin tanggal 26 Juni 2023 sekitar pukul 10.00 WITA di rumah terdakwa yang dijadikan kantor sementara di Desa Kadatong, yang menurut fakta persidangan , tidak terjadi. terbukti.

Menurut Ida, fakta berikutnya yang lebih mengkhawatirkan adalah ketiga saksi yang dihadirkan JPU, selain pelapor dan saksi S, dianiaya oleh terdakwa.

“Dalam persidangan disebutkan nama saksi yang kami hadirkan di persidangan dan saksi S, mereka kesal karena fitnah, makian, dan tangis.

Terkait hasil Visum Et Repertum RS Bhayangkara Makassar, Ida mengakui dalam Bukti T-1, hasil pemeriksaan kejiwaan dan resep obat terdakwa Novita Friyandani Rahman dibandingkan dengan laporan ahli. yang diterbitkan oleh Visum Et Repertum.

Bukti ini menunjukkan bahwa pemeriksaan kejiwaan melalui wawancara saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis kejiwaan seseorang, kata Ida.

Berdasarkan data kedua ahli tersebut, pada dasarnya mereka mengatakan bahwa teknik wawancara merupakan cara yang buruk untuk mendiagnosis seseorang secara psikologis. Oleh karena itu, diperlukan alat bantu/variabel lain untuk menegakkan diagnosis mental seseorang.

“Selanjutnya, ketika kami tanyakan kepada pelapor berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menanyai saksi, saksi menjawab sekitar 15-20 menit. “Pada saat yang sama, saat kami memeriksa sekitar 105 menit, kami mendapatkan diagnosis yang sama, padahal tidak ada kejadian seperti itu,” ujarnya.

Oleh karena itu, Ida mencontohkan, perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian dan ketelitian dalam melaksanakan setiap tugas profesi. Untuk pelaksanaan unsur Pasal 184 KUHAP secara optimal, tidak memihak dan bertanggung jawab.

Menegakkan hukum bukan berarti seseorang harus dihukum, namun jika kesalahan hukum memang bisa dibuktikan melalui penyidikan, penuntutan, dan persidangan, maka hukumlah yang harus ditegakkan.

Namun apabila unsur bersalahnya tidak terpenuhi, jangan ragu untuk membebaskan/melepaskan terdakwa. Dengan demikian, lembaga penegak hukum dapat terbentuk tanpa campur tangan pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours