Tren Inflasi di Era Jokowi

Estimated read time 2 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tren inflasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami penurunan dan terkendali. Perry bahkan menyebut tingkat inflasi Indonesia termasuk yang terendah di dunia saat ini.

“Kami meyakini inflasi yang rendah merupakan faktor yang sangat penting bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” kata Perry Warjiyo pada Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/6/2024).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan pada tahun 2014 tercatat sebesar 8,36 persen. Inflasi kemudian menurun menjadi 3,35 persen pada tahun 2015, 2016 3,02 persen, 2017 3,61 persen, 2018 3,13 persen, dan 2019 2,72 persen.

Pada tahun 2020, inflasi tercatat sangat rendah yakni sebesar 1,68 persen. Kemudian pada tahun 2021 sebesar 1,87 persen, tahun 2022 sebesar 5,51 persen, dan tahun 2023 sebesar 2,61 persen. Sementara pada tahun ini, inflasi pada Januari-Mei sebesar 1,6 persen.

Perry memperkirakan inflasi dalam negeri hingga sisa tahun ini akan tetap rendah dan terkendali pada level rendah dalam kisaran sasarannya, yakni 2,5 plus minus 1 persen. Meski begitu, ia meminta pemerintah mewaspadai dampak situasi dunia yang masih belum stabil akibat konflik geopolitik global yang sedang berlangsung dengan mengurangi risiko kenaikan harga pangan dan energi untuk mengendalikan inflasi.

“Situasi global masih belum bersahabat dan berbagai tantangan ke depan harus kita hadapi dengan upaya dan sinergi yang berkelanjutan. Kontinuitas sangat penting untuk mengendalikan inflasi ke depan,” kata Perry.

Pihaknya juga terus berupaya memperkuat sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi dengan memperluas program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di seluruh 46 kantor wilayah Bank Indonesia. Upaya-upaya ini dilakukan untuk mengamankan pasokan dan meningkatkan ketangkasan distribusi pangan serta mengatasi beberapa masalah struktural seperti produktivitas, efisiensi distribusi, dan integrasi data pangan.

Selain program GNPIP, Perry menjelaskan sinergi dengan pemerintah daerah juga diperkuat melalui berbagai program lain, seperti ketahanan pangan, kerja sama antar daerah, fasilitas distribusi pangan, dan digitalisasi.

“Dalam situasi global yang masih bergejolak, kebijakan moneter akan ditempuh secara konsisten untuk menjaga stabilitas dengan memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga menerapkan kebijakan makroprudensial yang longgar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, antara lain melalui insentif likuiditas dan digitalisasi sistem pembayaran.

Ia mengatakan, insentif ini diberikan kepada perbankan untuk menyalurkan dana ke berbagai sektor guna meningkatkan kapasitas perekonomian nasional, termasuk hilirisasi pertanian dan UMKM pangan.

Sementara itu, digitalisasi sistem pembayaran terus kami dorong untuk mendukung penyaluran bansos, elektronikisasi transaksi keuangan pemerintah daerah, serta kerja sama sistem pembayaran QRIS dengan ASEAN dan negara lain, kata Perry.  

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours