Turbulensi Pesawat: Mengapa Ancaman Langit Ini Semakin Sering Terjadi?

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Turbulensi merupakan bagian alami dari pesawat terbang, namun perubahan iklim menyebabkan frekuensi dan intensitasnya semakin meningkat. Foto:

Pada Senin (1/7/2024), turbulensi parah melukai 30 orang di penerbangan Boeing 787-9 Dreamliner milik Air Europa di atas Samudera Atlantik. Dampaknya yang kuat membuat penumpang terlempar dari tempat duduknya. Sebelumnya, pada Selasa (21/5/2024), Singapore Airlines SQ 321 juga mengalami turbulensi fatal. Pesawat mengalami turbulensi langit cerah (CAT).

Isabelle Smith, dari Departemen Meteorologi Universitas Reading, mengatakan turbulensi adalah kekacauan pergerakan udara yang disebabkan oleh gesekan angin atau arus udara yang naik di atas pegunungan.

“Bayangkan atmosfer sebagai cairan besar dengan gelombang udara yang bergerak ke seluruh dunia. Ketika udara menjadi tidak stabil, ia terpecah menjadi pusaran air yang bergerak cepat. “Pesawat yang mengalami turbulensi cenderung bergetar ketika menghadapi aliran udara yang berputar cepat tersebut,” ujarnya.

Apakah Turbulensi Berbahaya Meskipun turbulensi ringan hanya dapat menyebabkan sedikit getaran dan minuman tumpah, apakah turbulensi yang parah dapat berbahaya?

Jangan khawatir, turbulensi ekstrem jarang terjadi. “Kurang dari satu persen atmosfer mengalami turbulensi parah,” kata Isabelle. “Anda lebih mungkin mengalami kegelisahan ringan yang akan membuat Anda terguncang dan mungkin menumpahkan beberapa minuman, tapi itu tidak berbahaya,” tambahnya.

Apakah kerusuhan lebih sering terjadi?

Jawabannya iya. Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya keresahan. “Peningkatan gas rumah kaca memerangkap panas di troposfer yang biasanya dilepaskan ke stratosfer. Oleh karena itu, stratosfer mendingin dengan kecepatan yang sama dengan pemanasan troposfer,” jelas Isabelle.

Gradien suhu vertikal yang lebih kuat ini menghasilkan aliran jet yang lebih kacau dan tidak stabil, sehingga meningkatkan jumlah turbulensi udara semu (CAT).

Pengamat Penerbangan Jerry Soejatman menambahkan, dengan adanya perubahan iklim akan terjadi peningkatan cuaca ekstrem seperti turbulensi, badai petir, dan turbulensi udara jernih.

Bisakah pesawat jatuh karena turbulensi?

Isabel meyakinkan turbulensi saja tidak akan menyebabkan pesawat jatuh. Kecelakaan biasanya terjadi jika pesawat terbang melewati badai aktif, dimana turbulensi dan variabel cuaca lainnya seperti pendaratan, hujan lebat, dan hujan es menyebabkan insiden. Namun, badai sangat mudah diprediksi dan maskapai penerbangan tidak mengizinkan Anda terbang melewatinya.

Upaya Turbulensi Maskapai Penerbangan menggunakan prakiraan CAT dan merencanakan jalur penerbangan untuk menghindari turbulensi sebanyak mungkin. Namun, hal ini sering kali mengakibatkan waktu penerbangan lebih lama, waktu tunggu lebih lama, peningkatan konsumsi bahan bakar, dan emisi CO2 ke atmosfer.

Jerry juga mencatat, turbulensi udara jernih bisa terjadi di semua pesawat. “Jangan biarkan siapa pun mengatakan hal-hal sembarangan seperti ‘mendapatkan pesawat’.

“Sebagai penumpang, kita bisa mengurangi risiko cedera dengan mengenakan sabuk pengaman. Sabuk pengaman hanya dikencangkan saat lepas landas, mendarat, dan turbulensi. Selain itu, gunakan sabuk pengaman yang longgar agar nyaman dan melindungi tubuh kita dari risiko terlempar jika terjadi gangguan besar, ujarnya.

Teknologi baru untuk mendeteksi turbulensi Saat ini, CAT tidak dapat dideteksi oleh radar pesawat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa LIDAR (Light Detection and Ranging) bisa menjadi mekanisme deteksi yang potensial. Namun, penelitian menunjukkan bahwa penerapan LIDAR di setiap pesawat tidaklah efektif dari segi biaya.

“Saat ini, turbulensi udara yang jelas belum dapat dideteksi oleh radar cuaca pesawat, sehingga penting untuk mengenakan sabuk pengaman saat pesawat dalam fase jelajah,” kata Guerrilaghy.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours