Ukuran Kebahagiaan Berbeda-beda, Jangan Pakai Standar Orang Lain

Estimated read time 2 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masyarakat diimbau menghentikan kebiasaan mengukur kebahagiaan dengan standar orang lain. Inilah kunci untuk mencapai kebahagiaan tanpa syarat.

Zulvia Oktanida Syarif, psikiater RSUD Tarakan Jakarta, menjelaskan, faktor penghambat kebahagiaan seringkali datang dari dalam diri sendiri. Salah satunya adalah ketika kita memberikan tekanan untuk mencapai sesuatu dengan menggunakan kebahagiaan orang lain sebagai tolok ukurnya.

“Misalnya di usia ini harusnya sudah menikah, di usia ini harusnya sudah bekerja. Lalu kalau sudah menikah, harusnya sudah hamil, maksudnya. Banyak norma sosial yang menjadi tekanan bagi masyarakat untuk melakukan antisipasi. biar bahagia,” kata dr Zulvia alias dr Vivi saat mengikuti seminar edukasi yang diselenggarakan Dinas Kesehatan DKI Jakarta di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu (28/04/2024).

Dr. Yenny Sinambela SpKJ(K) Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit Jakarta, menjelaskan, tingkat kebahagiaan orang lain berbeda-beda. Karena setiap orang mempunyai keunikannya masing-masing, yang bisa dikenali kelebihan atau kekurangannya.

“Masalah muncul ketika kita menghadapi hal-hal yang melebihi ekspektasi tertentu. Untuk merasa bahagia, seseorang harus belajar menerima bahwa dirinya unik, bisa melihat sisi positifnya juga, tidak hanya fokus pada sisi negatifnya,” kata Dr. Yenny.

Di era internet seperti sekarang, sangat mudah untuk menetapkan ekspektasi tertentu sebagai standar kebahagiaan. Alhasil, banyak kendala yang membuat Anda merasa tidak bahagia.

Misalnya memamerkan atau memamerkan barang-barang mewah atau menjalani hidup mewah melalui media sosial. Hal ini mempunyai implikasi untuk mengukur kebahagiaan dalam hal materi. Namun kenyataannya, hal ini tidak selalu terjadi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours