UMM Luncurkan Satgas PPKS, Ingin Cegah Kasus Kekerasan Seksual

Estimated read time 3 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyambut baik kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim yang mendorong seluruh lembaga pemerintah dan swasta membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (PPKS). UMM segera menggelar workshop dan meluncurkan gugus tugas PPKS UMM yang merupakan upaya melindungi sivitas akademika dari hal-hal negatif.

Dosen Departemen Hukum UMM Wahyudi Kurniawan mengatakan, kasus pelecehan seksual paling banyak terjadi di perguruan tinggi. Oleh karena itu, gugus tugas merupakan salah satu pionir dalam pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual. Ia mengatakan, selama ini korban pelecehan seksual sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama untuk pulih, terutama secara psikologis.

Partisipasi masyarakat dan keluarga sangat penting dalam proses pemulihan korban. Pengendalian juga perlu bukti-bukti yang dapat dipercaya agar tidak menimbulkan dampak negatif, kata Wahyudi di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (14/6/2024).

Satgas PPKS UMM resmi dibentuk pada 7 Juni 2024. Dalam konferensi tersebut, UMM juga mengundang Kepala Departemen Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Malang, Iptu Khusnul Khotimah sebagai narasumber. Khusnul menjelaskan berbagai jenis pelecehan seksual, termasuk kejadian pelecehan seksual yang sering terjadi di bidang teknologi dan komunikasi.

“Saat pertama kali kita kenal di media online, korban mengetahui bahwa pelaku itu baik dan cantik atau cantik. Jadi, ketika korban tergoda untuk mengirimkan gambar atau video jelek, dia malah kesulitan dan mengirimkan gambar tersebut, ”dia dikatakan. Khusnul.

Menurut dia, pelaku kerap menggunakan gambar dan video untuk mengidentifikasi korban dan mengancam keluarga korban. Penjahat dapat membeli dan menjual foto dan video tersebut untuk keuntungan mereka sendiri. Hal ini akhirnya dapat membuat korbannya depresi dan enggan berbicara, karena merasa malu.

Yang kedua, lanjut Khusnul, adalah perang kata-kata, ujaran seksis. Kekerasan jenis ini dapat dievaluasi secara psikologis, untuk melihat seberapa besar pengaruh perkataan tersebut terhadap korbannya. Jika korban selalu takut dengan hal-hal seksual, lanjutnya, maka korban bisa menjadi depresi dan panik.

“Seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual tidak memiliki keberanian untuk berbicara, dia hanya bisa diam. Hal ini dapat menyebabkan depresi dan mempengaruhi proses jangka pendek seperti bunuh diri. Bahkan, sangat disayangkan kami mengetahuinya. – koleksinya, sehingga harus menggunakan psikolog untuk mengatasi kerusakan tersebut,” kata Khusnul.

Yang ketiga adalah pelecehan seksual non-fisik. Ini hampir seperti jabat tangan, tapi tanpa sentuhan. Khusnul mencontohkan kasus yang terungkap belakangan ini, setelah pria berhidung itu memperlihatkan alat kelaminnya hingga menimbulkan keresahan bagi korbannya. Dan yang terakhir adalah pelecehan seksual. Kekerasan jenis ini sebenarnya merupakan kekerasan langsung dan sering ditemukan.

“Dampak kekerasan seksual dapat membuat korbannya mengalami trauma seksual, mendorong terjadinya bunuh diri, gangguan fungsi reproduksi, cenderung berubah perilaku, dampak psikologis, luka fisik, penyakit menular seksual, stigma sosial, bahkan kehamilan. Tidak diinginkan,” kata Khusnul.

Wakil Ketua III UMM, Nur Subeki berharap kehadiran operator PPKS bisa melindungi korban Ionat Geal. Ia juga bertujuan agar permasalahan perundungan, intimidasi, pelecehan dan kejahatan berat lainnya tidak terjadi di lingkungan UMM.

“Mari kita bersama-sama melindungi pusat dan warga Muhammad dari permasalahan ini. Jadikan UMM lingkungan yang nyaman dan aman dari perundungan, pelecehan, pemerkosaan dan pelecehan,” kata Subeti.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours