Undip Akui Ada Bullying Dokter Muda, Junior Dipalak Iuran Rp20 Juta-40 Juta

Estimated read time 3 min read

SEMARANG – Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro Dr. Van Wisnu Prajoko mencontohkan, ada selisih 20 juta 40 juta kroon pada Program Pelatihan Dokter Spesialis Anestesiologi (PPDS). . Mahasiswa baru dikenakan biaya selama 6 bulan atau 1 semester.

Ia mengatakan, biaya tersebut disebabkan adanya kelemahan serius dalam sistem bisnis, dimana pungutan dari generasi muda digunakan untuk memenuhi kebutuhan lansia selama PPDS di RS Dr Kariadi.

Dr. Yanan Wisnu mengatakan pada Jumat (13/9/2024) Undip di Semerang: “Untuk saling bekerjasama dalam pembelanjaan, namun semester 2 (mulai sekarang) menggantikan semester 1 (dengan uang) dan terus seperti ini.” .

Selain untuk makan, uang tersebut digunakan untuk kegiatan lain, mulai dari tumpangan ke RSUP Dr Kariadi hingga sewa mobil. Pesertanya adalah mahasiswa semester satu dari kelas 7 hingga 11.

“Mereka memberikan hasil yang sangat penting kepada tim peneliti,” katanya.

Diakuinya kontribusi terbesar ada pada program studi anestesi. Program pelatihan lain memiliki biaya serupa, tetapi tidak sebesar biaya anestesi. Apapun alasan tuduhannya, dia menyatakan tuduhan seperti itu tidak bisa dibenarkan.

Van Wisnu mengatakan, “Di balik setiap rasionalisasi, pihak luar menganggapnya tidak tepat. Oleh karena itu, kekerasan tidak selalu merupakan penyiksaan, tetapi dalam praktiknya ya, itu adalah akibat dari perbuatan mereka.”

Direktur Semprot KHDR RS Kariadi

Sementara itu, RI Irma Suryani Chaniago, anggota Komisi IX KHRD, dalam jumpa pers di FC Undip, Direktur Pelayanan Operasional RSUP Dr Kariadi Mahabara Yangaṅ Putra. Seperti yang dikatakan Mahabara, pihaknya tidak kecewa dengan pengunduran diri PPDS Dokter Anestesi Undeep.

Pernyataan pertama menyatakan penghentian PPDS program pelatihan anestesi sementara FK Undip tidak akan mengganggu pelayanan pasien. Menurut dia, pelayanan pasien diberikan oleh tenaga medis profesional, bukan PPDS.

“Jadi mohon dipisahkan ruang lingkup mahasiswa PPDS, mereka adalah tenaga medis yang memberikan pelayanan kepada pasien, sehingga setelah pemberhentian ini (mahasiswa PPDS FK) kehilangan kesempatan untuk praktek,” kata Mahabara.

Ini Irma Chaniago. Berdasarkan pengalamannya, ia mengatakan dokter spesialis sangat bergantung pada ketersediaan mahasiswa PPDS, khususnya dokter anestesi.

“Saya mengkritik Pak Abba (Mahabara). Saya melihat sendiri sebagian besar prosedur ini di rumah sakit, PPDS (siapa yang melakukannya), kalau dokternya tidak datang. Sayangnya, para dokter tersebut justru kecanduan PPDS. Irma mengatakan: “Pasien yang saya rawat menderita PPDS dan dokter mengunjunginya 2 menit setelah dia pergi.

FC Undip dan RSUP Kariadi saling membutuhkan, ujarnya. Oleh karena itu, tidak perlu ada kalimat bahwa satu pihak tidak membutuhkan pihak yang lain. Irma pun ingin pihak rumah sakit mengakui kekurangan dokter sehingga meminta perhatian dan solusi kepada Kementerian Kesehatan.

“Juga pak, harus maklum kalau pekerjanya PPDS, makanya saya tanya (RS) Kariadi, apakah SDM di sana cukup? Kalau kurang kita bawa ke pemerintah, ke Menteri Kesehatan, Irma. lanjutan.

Dekan FC Undip, Dr. Wan Wisnu Prajoko mengatakan, skema dokter residen atau mahasiswa sistem pelayanan PPDS RSUD Dr. Kariyadi mengikuti. Pada mode otomatis, beban kerja juga tergantung pada kondisi di sana.

“Kalau SDM-nya banyak, mudah saja. Jadi beban kerjanya, jumlah SDM-nya, perannya, solusinya ada di sini. Itu tanggung jawab bersama,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours