Upaya Indonesia-Afrika wujudkan ketahanan pangan

Estimated read time 5 min read

Jakarta (ANTARA) – Perubahan iklim berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Dampak tersebut tidak hanya menyebabkan pemanasan global dan dampak negatif lingkungan lainnya, namun juga menyebabkan kerawanan pangan.

Di Indonesia, dampak perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan meteorologis di beberapa wilayah. Misalnya saja menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Mangaraj Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kekeringan meteorologis dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih dan hasil pertanian.

Perubahan iklim seperti meningkatnya suhu, curah hujan yang tidak menentu, dan naiknya permukaan air laut juga mengancam produksi pangan Indonesia.

Sementara itu, di Amerika Serikat, menurut EPA (Badan Perlindungan Lingkungan), suhu tinggi akibat perubahan iklim juga dapat menurunkan produksi pertanian negara tersebut, yang menyediakan hampir 25 persen dari seluruh biji-bijian seperti gandum, jagung, dan beras yang ada di pasaran. pasar global.

Begitu pula dengan dampak perubahan iklim di negara-negara Afrika yang juga menyebabkan penurunan hasil panen, penurunan masa tanam, timbulnya penyakit dan hama, hilangnya terumbu karang dan menyebabkan gizi buruk pada anak-anak.

Untuk mengatasi kerawanan pangan akibat perubahan iklim, banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan negara-negara Afrika.

Baru-baru ini, Indonesia dan negara-negara Afrika mencoba berdiskusi dan mencari solusi masalah ketahanan pangan melalui penyelenggaraan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada tanggal 1 hingga 3 September 2024.

Dalam rangkaian acara tersebut, diadakan beberapa meja bundar untuk membahas berbagai permasalahan yang dihadapi Indonesia dan negara-negara Afrika, mulai dari permasalahan energi, kesehatan, pertambangan, termasuk ketahanan pangan.

Dalam sesi diskusi panel VIII pada Selasa (9/3) yang khusus membahas isu keamanan pangan, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetjo Adi menyampaikan sejumlah praktik baik yang coba dijamin oleh pemerintah Indonesia. keamanan dan keamanan pangan.

Praktik baik tersebut ia rangkum dalam visi dan misi Bapanas, yakni mewujudkan pengelolaan sistem pangan nasional yang inklusif, berketahanan, dan berkelanjutan untuk mencapai ketahanan pangan yang berbasis pada kedaulatan dan kemandirian pangan.

Praktik-praktik baik ini tercermin melalui langkah-langkah yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan stabilisasi pangan, serta memastikan pengelolaan masalah kerawanan pangan dan gizi serta upaya diversifikasi dan keamanan pangan.

Selain itu, Bapanas, kata Arief, terus mengupayakan ketersediaan pangan untuk menjaga harga pangan di seluruh Indonesia.

Pemerintah Indonesia juga berupaya memfasilitasi ketersediaan pangan untuk mengurangi wilayah rawan pangan dan mengurangi limbah makanan.

Selain itu, Pemerintah juga berupaya memanfaatkan pangan untuk mencapai peningkatan konsumsi pangan sesuai target yang direkomendasikan dan berupaya menjamin mutu dan keamanan pangan segar.

Strategi tersebut selanjutnya diimplementasikan melalui berbagai program, seperti pemberian rekomendasi mengenai ketersediaan, kebutuhan dan cadangan pangan, pengendalian harga pangan, serta pemantauan pangan di tingkat produsen dan konsumen.

Dalam konteks ini, Pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 125 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Negara.

Dalam diskusi tersebut, Arief merekomendasikan kebijakan terkait manajemen kerentanan dan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran tentang pangan dan gizi.

Laporan ini juga merekomendasikan kebijakan terkait bantuan pangan dalam rangka pencegahan dan pengendalian kerawanan pangan dan gizi, serta pemanfaatan pangan sebelum terbuang sia-sia.

Sementara itu, pada sesi yang sama, Uganda menghimbau para peserta Indonesia-Africa Forum (IAF) untuk berinvestasi di sektor pertanian dan pangan, khususnya produk susu, untuk mencapai ketahanan pangan bagi semua lapisan.

“Kami ingin menarik minat investor untuk berdagang dan berinvestasi di Uganda, di sektor pertanian,” kata Menteri Pertanian, Industri Peternakan, dan Perikanan Uganda Adoa Helen, Selasa (9/3).

Ia mengatakan industri pertanian dan peternakan merupakan salah satu sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi negara tersebut, dengan 80 persen penduduk Uganda bekerja di sektor pertanian. Oleh karena itu, ia mengajak Indonesia dan negara-negara Afrika untuk berinvestasi di sana.

Sementara itu, Presiden Rwanda Paul Kagame dan Menteri Pertanian Liberia Alexander Nuetah menyampaikan apresiasi atas kinerja sektor pertanian Indonesia dalam meningkatkan produktivitas di tengah kekeringan berkepanjangan akibat fenomena El Nino.

“Kami mengagumi pesatnya perkembangan pertanian di Indonesia dengan produktivitas yang semakin meningkat,” kata Paul usai rangkaian forum berakhir pada Selasa (3/9).

Pengumuman tersebut disampaikan Paul saat hendak kembali ke Tanah Air usai mengikuti rangkaian kegiatan IAF selama tiga hari, 1-3 September di Bali.

Pengakuan serupa juga disampaikan Menteri Pertanian Liberia, Alexander Nuetah, mengungkapkan kekagumannya atas upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pertanian.

Alexander mengatakan pertanian Indonesia telah mengalami perkembangan yang luar biasa terutama dalam penerapan teknologi mekanisasi menuju modernisasi.

Di Liberia, kami saat ini bekerja keras untuk mencapai swasembada pangan. Namun kondisi produksi masih rendah, produksi padi masih di angka 1,2 ton per hektar, kata Alexander. Ia berharap Indonesia bisa mengirimkan ahli pangan untuk membantu mengembangkan pertanian di sana.

Ia ingin Liberia menjadi negara Afrika yang maju pesat, khususnya dalam pemanfaatan teknologi mekanik untuk pertanian, seperti yang terjadi di Indonesia. Begitu pula dengan modernisasi pertanian, saya berharap Indonesia mengirimkan tenaga ahlinya untuk mengembangkan pertanian modern, ujarnya.

Menteri Pertanian Liberia menyerahkan kepada Menteri Pertanian Andi Amran Suleiman buku agenda Liberians Feed us periode 2024-2030 yang ditandatangani oleh Presiden Liberia Joseph Nyuma Boakai Sr.

Sementara itu, Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman memerintahkan Kantor Kerja Sama Luar Negeri (KLN) Kementerian Pertanian segera menyusun nota kesepahaman antara kedua negara.

Mentan menyatakan, rencana pengembangan padi yang dicanangkan tahun ini mencapai kurang lebih tiga juta hektare. Dengan perkembangan yang luas ini, kita berharap dalam waktu tiga tahun, Indonesia mampu mencapai swasembada dan menjadi keranjang pangan dunia.

Mengusung tema “The Spirit of Bandung for African Agenda 2063”, Indonesia menjadikan 2nd IAF 2024 sebagai landasan bagi kelanjutan pengembangan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Afrika di masa depan.

Forum yang digelar bersamaan dengan pelaksanaan High Level Multiparty Partnership Forum (HLF-MSP) ini membuahkan sejumlah hasil.

Capaian tersebut antara lain telah ditandatanganinya empat perjanjian usaha di bidang industri strategis, sembilan bidang usaha di bidang kesehatan, dan enam bidang usaha di bidang energi baru terbarukan (EBT), dengan hasil nyata atau angka kerjasama mencapai lebih dari 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp 54). . ,4 triliun).

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours