Urgensi menjaga kesehatan mental pekerja untuk raih bonus demografi

Estimated read time 4 min read

JAKARTA dlbrw.com – Istilah “Beracun” belakangan ini sedang populer sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan berdampak pada kondisi mental. Istilah ini sering digunakan oleh para pekerja untuk menggambarkan lingkungan kerja yang beracun sehingga terjadi hubungan yang harmonis, baik antara pekerja maupun atasannya.

Pekerja yang mengalami tekanan mental di kantor akibat beban kerja dan kondisi kerja yang tidak mendukung dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, panik, dan depresi karyawan. Lingkungan kerja yang tidak mendukung kesejahteraan dan merusak kesehatan mental menyebabkan karyawan tidak dapat bekerja secara maksimal.

Fokus mendesak pada kesehatan mental pekerja ini menjadi tema Hari Kesehatan Mental Sedunia 2024 yang diperingati setiap bulan Oktober. Tujuan pemilihan topik ini adalah untuk menyoroti hubungan penting antara kesehatan mental dan dampak negatif seperti stigma, diskriminasi, dan pelecehan di tempat kerja.

“Saatnya Mengutamakan Kesehatan Mental di Tempat Kerja” atau “Saatnya Mengutamakan Kesehatan Mental di Tempat Kerja” merupakan kampanye yang berfokus pada hubungan antara pekerjaan dan kesehatan mental.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2019, sekitar 15 persen orang dewasa usia kerja menderita gangguan mental, dan pada tahun 2022, organisasi tersebut telah menerbitkan data bahwa satu dari delapan orang di dunia akan mengalami masalah kesehatan mental. .

Secara global, 1 miliar orang saat ini hidup dengan gangguan mental akibat depresi dan kecemasan, 15 persen di antaranya berada dalam usia kerja. Situasi ini menjadi hambatan perekonomian, dengan kerugian akibat penurunan produktivitas sebesar US$1 triliun.

Menurut laporan ilmiah yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), selama pandemi COVID-19, prevalensi kecemasan dan depresi di dunia meningkat sebesar 25 persen pada tahun pertama tahun 2020. Laporan tersebut juga menunjukkan siapa yang paling terkena dampaknya. dan merangkum dampak pandemi terhadap layanan kesehatan mental dan perubahan yang terjadi selama pandemi.

Kekhawatiran mengenai potensi peningkatan kesehatan mental menyebabkan 90 persen negara yang disurvei menyertakan dukungan kesehatan mental dan psikososial dalam respons COVID-19, namun kesenjangan dan masalah besar masih ada.

“Informasi yang kami miliki mengenai dampak kesehatan mental global akibat COVID-19 hanyalah puncak gunung es. Ini merupakan seruan kepada semua negara untuk lebih memperhatikan kesehatan mental dan melindungi kesehatan mental masyarakat mereka dengan lebih baik.” Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Organisasi Kesehatan Dunia kembali menegaskan bahwa orang yang sehat mental adalah seseorang yang dapat mewujudkan potensi dirinya secara maksimal, mengelola stres secara normal, bekerja secara produktif, dan berperan dalam komunitasnya.

Diskriminasi pekerjaan

Di Indonesia, menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, kurang lebih 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Data yang sama, Survei Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menemukan lebih dari 19 juta penduduk usia di atas 15 tahun di Indonesia menderita gangguan mental dan emosional.

Untuk memaksimalkan potensi bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2035, Kementerian Kesehatan melakukan beberapa upaya untuk melindungi kesehatan mental pekerja dan pemuda produktif, seperti skrining dan penanganan penyakit.

Pada tahun 2020-2035, 70 persen produk keluarga adalah masyarakat usia produktif yang akan menjadi aset publik dalam perekonomian dan melahirkan generasi penerus bangsa.

Pekerjaan yang layak dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental seseorang, sementara diskriminasi, kesenjangan, redundansi, rendahnya kontrol terhadap pekerjaan, dan ketidakamanan kerja dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan mental.

Masalah kesehatan mental atau kejiwaan ini merupakan permasalahan serius yang patut mendapat perhatian dan perhatian, apalagi setelah adanya pandemi COVID-19 yang memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan jiwa manusia dan individu, patut menjadi pembelajaran berharga dalam penanganannya. satu sama lain

Salah satu masalah klasik yang mempengaruhi kesehatan mental adalah diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja, yang berarti rata-rata upah dan jaminan sosial bagi perempuan selalu lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Data Survei Angkatan Kerja Nasional (LFS) pada Februari 2023 menunjukkan adanya permasalahan diskriminasi terhadap pekerja perempuan di tempat kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan lebih rendah (54,42 persen) dibandingkan angkatan kerja laki-laki yang lebih tinggi (83,98 persen).

Upah rendah terdapat pada semua tingkat pendidikan, pekerjaan dan sektor ketenagakerjaan. Pada saat yang sama, jumlah perempuan yang bekerja paruh waktu di sektor usaha tersier dan sektor informal relatif lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Selain diskriminasi upah, perempuan pekerja menghadapi tekanan dan kekhawatiran mengenai kekerasan di tempat kerja, pelecehan verbal dan seksual, yang seringkali diabaikan oleh rekan kerja dan bahkan atasan.

Kementerian Sumber Daya Manusia fokus pada upaya penghapusan pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, termasuk melalui penyusunan keputusan menteri tentang pedoman pencegahan dan penggunaan kekerasan seksual di tempat kerja.

Hak atas pekerjaan didefinisikan dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003, yang memberikan kesempatan kerja dan perlindungan yang sama bagi seluruh pekerja, laki-laki dan perempuan. Sesuai dengan konsep pekerjaan yang layak untuk semua, salah satu hak dasar pekerja adalah diperlakukan tanpa diskriminasi dan tidak dilecehkan.

Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Ketika tuntutan hidup kita meningkat, orang sering mengabaikan kesejahteraan mental mereka, yang mempengaruhi semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus diimbangi dengan kesehatan mental yang baik agar kehidupan dapat tenteram, tenang dan produktif.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours