USAID soroti tiga tantangan RI dalam percepatan dekarbonisasi industri

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam upaya percepatan dekarbonisasi industri melalui penerapan ekonomi sirkular.

Direktur Advanced Energy System USAID-SINAR Hanny J. Berchmans menjelaskan tantangan pertama adalah perubahan paradigma. Menurutnya, pemangku kepentingan harus mengubah paradigma produksi dari linier menjadi sirkular.

“Tantangan pertama adalah perubahan paradigma. Mengubah pola pikir produksi yang tadinya linier menjadi pola pikir sirkular dan modern. Mengubah paradigma itu tidak mudah karena merupakan sebuah tantangan,” kata Hanny pada Green Economy Expo 2024 di Jakarta, Kamis.

Hanny menilai paradigma baru ini memerlukan pendekatan berbeda dalam memandang dan mengelola sumber daya, mendorong pergeseran dari pemikiran tradisional ke arah inovasi dan efisiensi.

Selanjutnya tantangan kedua adalah perlunya melakukan investasi yang cukup besar. Aspek investasi merupakan salah satu hambatan utama menuju dekarbonisasi industri.

“Dekarbonisasi tidak memerlukan investasi yang kecil, membutuhkan biaya yang sangat besar,” jelasnya.

Untuk menerapkan ekonomi sirkular, diperlukan dukungan finansial yang signifikan baik dari pemerintah, sektor swasta, dan organisasi internasional untuk mendanai teknologi dan infrastruktur yang diperlukan.

Tantangan ketiga adalah perlunya kolaborasi lintas sektoral.

Menurut Hanny, penerapan ekonomi sirkular untuk mencapai dekarbonisasi memerlukan peran seluruh aktor, mulai dari pemerintah hingga masyarakat.

Kolaborasi yang terarah antara pemerintah, industri, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ekonomi sirkular. Setiap aktor harus berkontribusi dalam upaya ini untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Namun ia menambahkan, di balik tantangan tersebut terdapat peluang besar.

Peluangnya adalah mengembangkan teknologi melalui inovasi. Inovasi diperlukan karena kita tahu Indonesia masih terjebak dalam middle income trap dan masih bergantung pada sumber daya alam, tambahnya. Inovasi-inovasi baru diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah produk (valueadded) dan mengeluarkan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah.

Upaya kolaboratif dan inovatif adalah kunci untuk mengatasi tantangan ini dan mencapai dekarbonisasi industri berkelanjutan di Indonesia, katanya.

Transformasi ini tidak hanya akan mengurangi emisi karbon tetapi juga meningkatkan daya saing industri Indonesia di kancah global.

“Saya yakin pendekatan ekonomi sirkular ini akan memberikan dampak positif,” ujarnya.

Sementara itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengumumkan tengah mempersiapkan ekosistem agar ekonomi sirkular dapat berjalan dengan baik di Indonesia, karena ekonomi sirkular yang ada selama ini belum terstruktur.

“Kami sedang mempersiapkan ekosistem untuk mencapai tujuan bahwa ekonomi sirkular dan ekonomi linier kita harus menyediakan ekosistem sejak awal,” kata Priyanto Rohmattullah, Direktur Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Diakuinya, selama ini ekonomi sirkular sudah diterapkan di Indonesia, namun masih sebatas pergerakan atau tidak terstruktur.

Priyanto mengatakan ekonomi sirkular memiliki potensi sebesar Rp500 triliun yang dapat menggairahkan perekonomian nasional, sehingga pihaknya menyiapkan berbagai regulasi untuk terbentuknya ekosistem ekonomi sirkular ini.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours