Wacana Tarif Impor 200%, Pakar China: Tak Akan Ganggu Hubungan dengan Indonesia

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pasca Amerika Serikat (AS) dan UE memberlakukan tarif impor tinggi terhadap beberapa produk China, wacana serupa muncul dari Indonesia. Baru-baru ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengajukan usulan pengenaan bea masuk hingga 200% terhadap sejumlah produk impor.

Pembicaraan Indonesia untuk mengenakan tarif hingga 200% pada barang-barang impor, termasuk yang dibuat di Tiongkok, diakui oleh Zhao Gancheng, seorang peneliti di Shanghai Institute of International Studies, meningkatkan kekhawatiran tentang potensi ketegangan antara dua mitra dagang utama di kawasan Asia. Namun seperti dilansir Global Times pada Minggu (7/7), Zhao menilai hal tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara.

Menurut media yang terkait dengan Partai Komunis Tiongkok, Zhao tetap optimis terhadap prospek hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara. Menurut Zhao, Tiongkok sangat mementingkan hubungan ekonomi dan perdagangannya dengan negara-negara kawasan, termasuk Indonesia. Demikian pula, katanya, Indonesia memandang Tiongkok sebagai mitra dagang dan sumber investasi yang penting. Meski menghadapi tantangan eksternal, Zhao meyakini hubungan ekonomi kedua negara cukup kuat.

“Meskipun masalah tarif telah mendapat perhatian, hal ini seharusnya tidak berdampak signifikan terhadap hubungan perdagangan secara keseluruhan, mengingat tingginya saling melengkapi dalam perdagangan bilateral,” kata Zhao. Ia memperkirakan hal ini hanya akan berdampak minimal terhadap hubungan ekonomi yang lebih luas.

Sedangkan untuk produk yang diperkirakan akan dikenakan tarif, Tiongkok diketahui telah mengekspor mainan senilai $500 juta ke Indonesia pada tahun lalu, sepatu senilai $1 miliar, produk tekstil senilai $2,5 miliar, dan produk keramik senilai $430 juta. . Menurut Zhao, keempat jenis produk industri ringan tersebut hanya menyumbang sekitar 7% dari ekspor Tiongkok ke Indonesia.

Dalam artikel lainnya, Global Times juga menyebutkan bahwa beberapa hari setelah Menteri Perdagangan Zulkifli mengangkat pidato tarif, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tampak mengecilkan isu tersebut dengan mengatakan rencana Indonesia mengenakan tarif impor hingga 200. % itu tidak ditujukan pada negara – negara tertentu, terutama China.

Luhut menjelaskan, salah satu langkah yang dilakukan selama ini adalah perpanjangan tarif proteksi yang dikenakan pada berbagai produk TPT. Tarif ini berlaku untuk semua barang impor, apapun asalnya. Luhut juga menekankan bahwa Tiongkok tetap menjadi mitra strategis dan komprehensif yang penting bagi Indonesia dalam perdagangan dan investasi. Indonesia, tegasnya, berkomitmen menjaga hubungan tersebut melalui komunikasi dan dialog yang berkelanjutan mengenai perubahan kebijakan.

Zhao menilai komentar Luhut menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan pemerintah Indonesia mengenai cara menangani perselisihan dagang dengan Tiongkok di sektor tertentu. Oleh karena itu, meski ada bayang-bayang tarif, Zhao yakin prospek perdagangan antara Tiongkok dan Indonesia masih menjanjikan.

Menurut Asia Society of Policy Institute, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar, tujuan ekspor terbesar, dan sumber impor Indonesia. Tiongkok juga menyumbang lebih dari seperempat total perdagangan Indonesia, tiga kali lipat nilai mitra dagang terbesar kedua, Jepang dan Amerika Serikat.

Indonesia telah menaikkan target ekspor ke Tiongkok pada tahun 2024 menjadi antara US$65 miliar hingga US$70 miliar dan merumuskan beberapa rencana kerja sama untuk mencapai target tersebut. Perdagangan antara Tiongkok dan Indonesia menjadi lebih lancar melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional, yang lebih dikenal dengan RCEP. Oleh karena itu, perdagangan bilateral kedua negara diperkirakan akan meningkat.

“Ketika pemerintahan baru Indonesia yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto mulai menjabat pada bulan Oktober, terdapat harapan besar untuk melanjutkan atau bahkan memperluas hubungan ekonomi dan perdagangan yang kuat dengan Tiongkok di masa depan,” kata Zhao.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours