Wamenkominfo ungkap pemanfaatan AI permudah negara beri layanan publik

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perhubungan dan Informasi (Wamenkominfo) Nezar Patria membeberkan beberapa contoh pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) yang digunakan negara untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.

Contoh yang diungkapnya adalah teknologi yang diterapkan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai alat yang berguna untuk mendeteksi berita palsu atau hoaks di ruang digital.

“Di Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri, kami sedang mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendeteksi berita bohong, hoax yang banyak beredar di dunia digital. Kami menggunakan teknologi bernama NLP atau Natural Language Processing dan kami juga menggunakan Machine Learning,” kata Nezar dalam debat publik “Agenda Kebijakan Transformasi AI, Rekomendasi Memaksimalkan Ekonomi Digital Indonesia” di Jakarta, Selasa.

Selain Kementerian Perhubungan dan Informasi, Nezar mencontohkan contoh kasus penggunaan AI dari Kementerian Kesehatan.

Menurutnya, beberapa rumah sakit di Indonesia yang berada di bawah naungan Kementerian Kesehatan kini telah menggunakan kecerdasan buatan untuk membantu perawatan pasien di bidang radiologi dan patologi.

Nezar mengatakan di beberapa kota dan lembaga, AI juga digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah besar untuk keperluan khusus seperti prakiraan cuaca dan bencana dari BMKG serta pengaturan lalu lintas yang dibawa oleh Pemprov DKI Jakarta.

Menurutnya, adopsi kecerdasan buatan dalam pelayanan publik kini sudah banyak digunakan di berbagai negara, dan Indonesia adalah salah satunya.

“Mengadopsi AI dapat membantu kesejahteraan sosial jika digunakan secara tepat,” kata Nezar.

Namun, Nezar mengatakan pemerintah juga harus mampu bersiap mengelola dampak negatif AI agar tercipta tata kelola yang efektif baik bagi jalannya negara maupun kehidupan masyarakat sehari-hari.

Ia mencontohkan potensi penggunaan AI yang dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu penggunaan pengenalan wajah di suatu negara yang digunakan untuk melacak pergerakan masyarakat, tetapi juga digunakan untuk mengumpulkan data pribadi untuk melacak hubungan sosial dan pandangan politik individu.

Menurut Nezar, bagi negara demokratis penggunaan kecerdasan buatan seperti itu tidak bisa dilakukan karena bertentangan dengan tujuan utama demokrasi, yaitu sistem yang melindungi kebebasan berekspresi.

Jadi perlu jalan yang moderat dan seimbang, saya kira ini ujian bagi pemerintahan yang demokratis. Jadi harus dilandasi niat baik, pedoman moral, ujarnya.

Agar AI bisa menjadi solusi yang tepat, Nezar mengatakan ada enam prinsip tata kelola AI yang perlu diperhatikan oleh negara-negara, termasuk Indonesia.

Keenam prinsip tersebut adalah prinsip keamanan (security), etika (ethics), kepercayaan (trust technology), keadilan dan kesetaraan (justice and equity), inklusi dan partisipasi (inclusion and participation), dan yang terakhir adalah tanggung jawab. (tanggung jawab).

Mereka mempertimbangkan segala hal yang perlu diterapkan agar AI dapat menjadi solusi berkelanjutan bagi masyarakat dan negara.

“Bersama-sama, mari kita ciptakan tata kelola AI yang aman, inklusif, dan andal, untuk Indonesia yang terhubung, digital, dan lebih maju,” tutup Nezar.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours