Wamenlu: Perubahan iklim ancaman eksistensial bagi manusia

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Pahala Nugraha Mansuri mengatakan perubahan iklim merupakan ancaman permanen bagi manusia.

“Bukan hanya yang kita lihat di masa lalu, atau yang kita lihat di TV dan Netflix, film-film Hollywood, itu adalah ancaman bagi kita semua,” kata Pahala di Jakarta, Sabtu.

Hal itu disampaikannya dalam pidato pembukaan Indonesia Net-Zero Conference 2024 (INZS) “SOS Hell Leaks: Climate Avengers Assemble!” Diselenggarakan oleh Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI) pada hari Sabtu.

Wakil Menteri Luar Negeri menyebutkan pulau Nyangai di Sierra Leone, dimana sekitar 20 tahun yang lalu sekitar 500 keluarga tinggal di pulau tersebut, namun kini pulau tersebut telah hilang.

“Yang tadinya lebarnya sekitar 2.300 kaki kini menjadi hamparan pasir setinggi 300 kaki,” lanjut Pahala.

Pahala kemudian menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peran strategis dalam melawan perubahan iklim serta memiliki kemampuan dalam menyimpan dan menangkap karbon.

“Indonesia memiliki kapasitas penyerapan karbon yang besar, yaitu 400 hingga 600 gigaton di perairan kering dan akuifer garam,” kata Pahala.

Pahala juga menyampaikan bahwa Indonesia dapat mendukung transisi energi dalam menghadapi perubahan iklim, seperti standar keberlanjutan.

Terkait standar keberlanjutan, Pahala berharap Indonesia terus memproduksi dan mengolah mineral esensial sesuai standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Selain standar keberlanjutan, Wamenlu berharap topik selanjutnya yang bisa diangkat adalah keuangan, karena pembiayaan merupakan hal yang penting dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Terkait pembiayaannya sendiri, Pahala mengatakan tidak hanya pemerintah, tapi juga pihak swasta, perbankan, bank pembangunan multilateral, dan lembaga filantropi harus dilibatkan dalam pendanaan.

Dari sisi mitigasi, Wamenlu menyampaikan bahwa Indonesia sudah memiliki beberapa program iklim seperti restorasi dan restorasi mangrove.

Pahala mengatakan, salah satu aset besar Indonesia dalam memerangi perubahan iklim adalah hutan bakau yang mencakup sekitar 23 persen hutan bakau dunia dan memiliki keanekaragaman lebih dari 90 spesies.

Wakil Menteri Luar Negeri juga mencatat bahwa pernyataan tersebut berkisar pada diskriminasi yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain dalam upaya meningkatkan target iklim.

“Jadi kita harus melawan kebijakan diskriminatif ini,” kata Pahala.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours