Warga Yerusalem Timur tak rasakan kebahagiaan Idul Adha karena perang

Estimated read time 4 min read

Yerusalem (ANTARA) – Idul Adha kali ini terasa berbeda bagi masyarakat Palestina di Yerusalem Timur seiring dengan agresi Israel yang tiada henti yang terus menyerang saudara-saudaranya di Jalur Gaza.

Serangan Israel yang berlangsung lebih dari delapan bulan itu menyurutkan semangat dan aktivitas perekonomian masyarakat Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat dalam menyambut hari raya Islam memperingati kurban keluarga Nabi Ibrahim.

Karena lingkungan yang suram dan tekanan ekonomi yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, aktivitas di pasar-pasar di Yerusalem Timur lesu.

Kemalasan ini misalnya terlihat pada pelaksanaan kurban di Abu Dis, kota yang meski berbatasan langsung dengan Yerusalem Timur, namun dipisahkan oleh keberadaan tembok perbatasan Israel. Tembok pemisah membatasi rakyat Palestina.

Seperempat dari lebih dari 450.000 penduduk Palestina di Yerusalem Timur tidak dapat bergerak bebas ke wilayah lain karena dibatasi oleh tembok pembatas yang dibangun Israel pada tahun 2003.

Daerah pemukiman padat penduduk seperti Abu Dis termasuk di antara sedikit daerah yang terpisah dari Yerusalem. Warga Palestina yang tinggal di sana pasti melewati pos pemeriksaan Israel setiap kali hendak berangkat kerja atau sekolah.

Tembok pemisah juga menghalangi hampir 3 juta warga Palestina di Tepi Barat untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem Timur.

Terpisahnya Yerusalem Timur dari wilayah Palestina di Tepi Barat khususnya terasa pada hari raya seperti Idul Adha. Bahkan bagi jutaan warga Palestina, beribadah di Masjid Al-Aqsa, meski terlihat mata, tetap hanya sekedar mimpi.

Tembok yang memisahkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Palestina di Yerusalem Timur menyebabkan kerugian ekonomi sebesar US$194 juta (Rs 3,18 triliun) bagi Palestina setiap tahunnya, menurut laporan PBB.

Dekat namun jauh

Tanpa hambatan, perjalanan dari pusat Yerusalem Timur menuju Abu Dis yang hanya berjarak beberapa kilometer sebenarnya hanya memakan waktu beberapa menit saja.

Namun, untuk mencapai Abu Dis, warga Palestina harus memutar dan melewati pos pemeriksaan Israel dan pemukiman Israel yang didirikan secara ilegal di Tepi Barat. Karena itu, perjalanan memakan waktu satu jam.

Gazi Jawhar, ketua Asosiasi Peternakan Abu Dis, mengatakan dua wilayah yang berdekatan kini sepenuhnya dipisahkan oleh tembok perbatasan Israel.

Menurutnya, peternakan merupakan salah satu mata pencaharian Abu Dis dan menjadi sumber pendapatan utama masyarakat setempat. Namun agresi Israel membuat permasalahan yang dihadapi masyarakat Tepi Barat semakin akut.

“Harga gandum naik karena perang di Ukraina, situasi saat ini (perang di Gaza) juga berdampak lebih buruk pada hewan-hewan kecil,” ujarnya.

Ia mengatakan, kesedihan sangat terasa di hati seluruh warga Palestina atas serangan Israel di Jalur Gaza. Mereka juga tidak bisa bahagia merayakan Kurban Bayram.

“Seharusnya kita bisa merasakan suasana Idul Adha hari ini, tapi yang jelas itu tidak terjadi karena perang,” kata Jawhar.

Karena serangan militer Israel di Gaza, katanya, lebih dari 300.000 warga Palestina yang bekerja di Israel tidak dapat melanjutkan pekerjaan mereka selama lebih dari delapan bulan.

Pejabat Otoritas Palestina (PA) tidak selamat. Dia mengatakan, karena tindakan Israel, mereka tidak menerima gaji penuh.

Dampak ekonomi dari invasi Israel ke Jalur Gaza juga menyulitkan pedagang ternak untuk mematok harga. Kondisi pasokan dan permintaan saat ini tidak memberikan ruang bagi pedagang untuk memangkas harga, kata Jawhar.

“Pakan ternak mahal, namun permintaan sangat sedikit. Kami sangat ingin membantu masyarakat dengan (menurunkan) harga. Namun perang yang sedang berlangsung dan menurunnya pendapatan di Tepi Barat memberikan dampak negatif terhadap kondisi saat ini, ujarnya.

Saya tidak merasa istirahat

Sementara itu, Mohammad Abo Helal, petani asal Abu Dis, mengaku kesulitan mempertahankan lahan pertaniannya di tengah kesulitan yang dihadapinya, apalagi dengan terbatasnya akses akibat tembok perbatasan Israel.

“Perang sangat mempengaruhi kami. “Sekarang masyarakat sedih, tidak ada suasana meriah,” ujarnya berbicara tentang dampak perang terhadap kehidupan masyarakat.

Menurut dia, permintaan hewan pada Idul Adha kali ini mengalami penurunan karena harga yang terus meningkat. “Tren rendahnya permintaan ini tampaknya akan terus berlanjut,” katanya.

Abo Helal juga menegaskan, pendudukan Israel di Tepi Barat dan invasi Israel di Jalur Gaza memberikan dampak yang besar bagi dirinya.

“Pertanian kami kecil. “Kami tidak dapat memperluas pertanian ini karena pendudukan Israel,” katanya.

“Tidak ada kebahagiaan atau suasana meriah. “Ini seperti perang dan pekerjaan terjadi di mana-mana,” kata Abo Helal.

Selain itu, petani lain bernama Suleiman Mosa mengeluhkan berkurangnya jumlah ternak yang dipeliharanya akibat tekanan ekonomi dari pendudukan Israel.

Ayah saya dulu bisa merawat ratusan hewan peliharaan,” ujarnya.

Namun kini, kata Abo Helal, hanya ada sedikit hal yang bisa ia dan kakaknya sembunyikan.

Sumber: Anatolia

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours