Mengenal komoditas kopi dan kebudayaan Lampung Barat

Estimated read time 5 min read

Bandarlampung (ANTARA) – Kopi merupakan salah satu tanaman andalan Provinsi Lampung. Biji kopi Lampung sebagian besar diekspor ke berbagai negara. Luas perkebunan kopi pemerintah daerah di provinsi tersebut pada tahun 2020 adalah 156.458 hektar. Perkebunan kopi di provinsi ini tersebar di wilayah Lampung Barat, Tangamus, dan Waikanan. Jika ditilik secara detail luas lahan kopi, Kabupaten Lampung Barat mempunyai luas perkebunan kopi terluas, yakni mencapai 60 ribu hektare atau 34,5 persen dari luas budidaya kopi kecil di Provinsi Lampung. Dari luas tersebut, 90 persen ditanami kopi Robusta dan 10 persen ditanami kopi Arabika.

Kopi Robusta Lampung Barat yang terkenal dikenal oleh seluruh penikmat kopi di dalam negeri dan pasar luar negeri. Kopi Lampung yang terkenal memiliki cerita menarik dibaliknya. Aroma kopi lampung memadukan budaya masyarakat Kabupaten lampung barat.

Kedekatan kopi dengan budaya masyarakat Lampung Barat sudah terjalin sejak masa Kerajaan Sekala Brak yang pertama di kalangan masyarakat Lampung Barat.

Di masa lalu, sebagian besar penduduk Kerajaan adalah petani kopi dan menjadikan kopi sebagai bagian dari kehidupan mereka. Mulai dari istirahat, tidur, hingga bangun tidur, masyarakat selalu sibuk mengolah kopi dan merawat tanaman kopi di kebun.

Padahal seharusnya kopi diproduksi di setiap rumah, tidak hanya untuk dimakan saja, namun sejak zaman Sekala Brak sudah menjadi salah satu bentuk “sapa dan minum” untuk menerima tamu di rumah-rumah masyarakat Lampung Barat.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga atau kolega dengan memanen kopi yang baik. Saat panen kopi, masyarakat bahkan melakukan ritual khusus berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kebunnya menghasilkan kopi yang banyak. Tradisi ini dilaksanakan setiap hari ke 3 bulan Haji atau Dzulhijj. Nama tradisi yang digunakan sampai sekarang ini disebut Festival Ngumbai.

Ngumbai biasanya dibuat oleh masing-masing pecon (desa). Para tetua desa menentukan lokasi upacaranya, yaitu sama dengan air, misalnya di rumah adat, atau di masjid, atau langsung di kebun kopi warga.

Dalam pelaksanaan Ngumbai, ada aset tertentu yang harus disediakan masyarakat untuk melambangkan tradisi tersebut, seperti daun kelapa atau daun lontar yang biasa disebut pelepah.

Rumput ini diletakkan di halaman rumah adat, taman atau masjid. Air bersih diperoleh dari sumur, sungai atau air hujan, dan daging kurban diperoleh dari sapi, kambing atau ayam, hal yang biasa dibicarakan oleh masyarakat Pecon dan tetua adat.

Tradisi adat menjaga perkebunan kopi di kalangan penduduk diawali dengan doa bersama. Daging kurban disembelih di atas daun kelapa yang telah disiapkan, kemudian setetes darahnya dilarutkan dalam air murni dan daun kelapa tersebut dibagikan kepada masyarakat untuk ditanam di kebun kopi.

Berharap produksi kopi semakin meningkat dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat desa dengan bimbingan para tetua adat makan bersama sebagai wujud mencari keberkahan dan rasa syukur atas kesejahteraan yang mereka rasakan. Praktik ini sudah menjadi praktik masyarakat setempat, sehingga tidak perlu lagi menginformasikan kepada masyarakat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Masyarakat akan segera melaksanakannya pada waktu yang ditentukan. Pegiat budaya Lampung Barat Anton Kabara Maas yang bernama tradisional Radin Menang Bertaning bercerita tentang tradisi Ngumbai antara budaya masyarakat Lampung Barat dengan kopi pada abad ke-9. Ngumbai merupakan salinan kebudayaan Hindu aliran Bhairava yang dianut oleh kerajaan kuno Sekala Brak pada abad ke-3 SM, kemudian diperintah oleh Raja Buai Tumi dan pemimpin terakhir adalah Ratu Sekekhumong. Kerajaan Brak pada zaman dahulu yang pada masa itu memuja tanaman nangka yang bercabang, tanaman beracun, pohon Sebukau yang populer dengan sebutan “Belasa Kepampang”, melakukan ritual Ikau pada malam ke-12 setiap bulannya. Yaitu dengan mengorbankan gadis tercantik dalam balutan daging kepada Tuhan. Namun setelah Islam masuk ke Paksi Pak Sekala Brak, budaya Ikau berubah menjadi “Ngumbai”. Masyarakat Pekon tidak mempersembahkan seorang gadis melainkan kurban untuk meminta keberkahan hasil panen kopi. “Kopi ini memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Lampung Barat sejak lama, terlebih lagi budaya Ngumbai masih tetap dilestarikan sebagai tradisi luhur dan pelestarian budaya nenek moyang kita yang menghargai kehadirannya. Tanamkan kopi sebagai pilar kehidupan,” ujar pria kelahiran 1965 ini.

Tidak hanya dari budaya Ngumbai dan kebiasaan wajib menjadikan kopi sebagai minuman selamat datang bagi tamu yang berkunjung ke rumah warga Lampung Barat, masyarakat setempat memiliki perbedaan kata, nama, dan cara mengelola tanaman kopi yang digunakan sejak saat itu. sejak zaman kuno. .

Tuagh Saghak yang terdiri dari kata Tuagh yang berarti memotong dan Saghak yang mengikis merupakan cara lama para petani di Lampung Barat dalam merawat tanaman kopi, meski sudah tidak digunakan lagi karena dianggap tidak baik untuk budidaya. Produktivitas tanaman kopi. Cara ini masih diajarkan kepada siapapun yang ingin mempelajari budidaya kopi Lampung Barat sebagai bentuk pelestarian cara tradisional tersebut.

Pensiunan guru yang menjadi petani kopi sejak tahun 1983, H. Muhammed Pesi menjelaskan, masyarakat Lampung Barat tidak bisa meninggalkan kopi dalam kehidupannya karena kopi memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan mereka.

“Dengan kopi ini, kami bisa menyekolahkan anak kami sebelum lulus, dan membeli rumah.” “Karena sudah menjadi bagian dari kehidupan, maka setiap pengolahan dan sistem pengolahan kopi mempunyai bahasa lampungnya masing-masing,” ujar salah seorang sesepuh Lampung sakti.

Kinjag adalah kotak rotan yang digunakan petani kopi untuk menyimpan buah kopi pada saat panen kopi di kebun. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanaf/aa. Misalnya saja kinjaghi yang merupakan keranjang kopi yang terbuat dari rotan dan sering digunakan para petani kopi saat meminum pisang raja atau kopi. Saat ini nyessau adalah sebutan untuk pemotongan dahan pohon kopi dengan menggunakan pucuk (menggabungkan pucuk kopi di pangkal pohon dengan pucuk tanaman), sedangkan keturunan adalah proses pemotongan dahan pohon kopi dengan menggunakan pemotongan pappang (dalam). cara pucuk kopi menyatu dengan kotiledon).

“Segala sesuatu tentang Lampung menarik karena kopi penting bagi kami. Rumah juga diyakini selalu memiliki area depan yang luas untuk menjemur kopi,” ujarnya.

Keterkaitan yang erat antara budidaya kopi dengan budaya masyarakat Lampung Barat menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah tersebut terus melestarikan budayanya di zaman modern ini. Produktivitas akan terus melekat dalam kehidupan masyarakat karena dampak positifnya. Berpotensi menjadi kekayaan budaya untuk menarik wisatawan ke daerah tersebut dengan melestarikan budaya. Kopi dan budaya masyarakat Lampung Barat seolah tak bisa dipisahkan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours