Kisah Sunan Gunung Jati dan Suku Baduy: Perjuangan, Penolakan, dan Penghormatan

Estimated read time 3 min read

Alkisah hiduplah seorang ulama besar di tanah Jawa yang bernama Sunan Gunun Jati atau Syarif Hidayatullah. Ia merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam di Jawa Barat. Syarif Hidayatullah merupakan putra bangsawan Syarif Abdullah Umdatutdin bin Ali Nurul Alam yang menikah dengan Ni Mas Rara Santang, Jayadewata atau lebih dikenal dengan Prabu Siliwang, putri Raja Pakuan Pajajaran.

Syarif Hidayatullah sejak kecil menunjukkan kecerdasan dan kedalaman spiritual yang luar biasa. Setelah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Syekh Datuk Kahfi, ia melanjutkan perjalanannya ke Timur Tengah untuk memperdalam ilmu agamanya. Sekembalinya, Pangeran Chakrabuwan, pendiri kota Cirebon sekaligus pamannya, telah meninggal dunia tanpa meninggalkan ahli waris. Oleh karena itu, Syarif Hidayatullah mengambil peran sebagai pemimpin dan terus mengembangkan kota menjadi pusat kegiatan keagamaan daerah.

Namun dibalik kesuksesan tersebut terdapat satu tantangan besar yang selalu ada di benak Syarif Hidayatullah. Ia ingin kakeknya Prabu Siliwangi masuk Islam. Prabu Siliwangi adalah seorang raja agung yang sangat dihormati dan dicintai rakyatnya. Namun meski ibunya, Nyai Subang Larang, sudah lama beragama Islam, Prabu Siliwangi tetap memegang teguh ajaran nenek moyang vivitan Sunda-nya.

Syarif Hidayatullah berkali-kali mendekati Raja Siliwang, berusaha meyakinkannya tentang kebenaran ajaran Islam. Namun upaya tersebut selalu berakhir dengan kegagalan. Keluarga Silivang dengan bijak dan tegas menolak melepaskan keyakinan mereka. Namun Syarif Hidayatullah pantang menyerah. Ia terus berusaha dengan penuh kesabaran dan harapan.

Pada hari naas itu, 2 April 1482, Syarif Hidayatullah mengeluarkan perintah kepada Prabu Siliwangi bahwa mulai saat ini Cirebon tidak lagi mengirimkan upeti ke Pajajaran. Keputusan ini menjadi titik balik hubungan Cirebon dan Pajajaran. Prabu Siliwangi merasakan adanya perubahan besar.

Tahun demi tahun berlalu dan akhirnya pada tahun 1568 Pakuan Pajajaran jatuh ke tangan Syarif Hidayatullah. Dalam pembicaraan dengan pejabat Istana baru-baru ini, Syarif Hidayatullah menawarkan dua opsi. mereka yang mau masuk Islam akan tetap memegang jabatannya, dan mereka yang menolak harus meninggalkan istana dan tinggal di Banten. Sebagian besar bangsawan memilih opsi pertama, tetapi 40 pasukan elit istana memilih untuk tetap berpegang pada keyakinan mereka dan meninggalkan istana.

Pasukan ini kemudian bergerak ke pedalaman Banten dan membentuk masyarakat yang kita kenal sekarang sebagai suku Badui Dalam. Mereka melestarikan tradisi nenek moyang dan hidup dalam kesederhanaan, terlepas dari pengaruh dunia luar. Masyarakat Badui Dalam masih menganut ajaran Sunda Vivitan, sedangkan sebagian yang lebih terbuka terhadap perubahan akhirnya menjadi Badui Luar.

Kisah ini mencerminkan betapa gigihnya perjuangan Syarif Hidayatullah menyebarkan Islam dengan tetap menghormati keputusan mereka yang memilih tetap berpegang pada keyakinan nenek moyang. Hingga akhir hayatnya pada tahun 1568, Syarif Hidayatullah masih dipuja sebagai salah satu tokoh terbesar dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa Barat yang dikenal dengan Sunan Gunun Jati. Jasanya tidak hanya dalam menyebarkan agama tetapi juga dalam menciptakan kerukunan antar agama masih dikenang hingga saat ini.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours