APVI: Larangan jual produk tembakau alternatif di medsos beratkan UMKM

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menilai kebijakan pelarangan penjualan produk tembakau alternatif di media sosial dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan akan memberatkan UMKM.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasasmita menjelaskan industri produk tembakau alternatif merupakan industri kecil yang sebagian besar pengusahanya tergolong UMKM dan berbasis di masyarakat.

“Dengan adanya larangan berjualan di media sosial, ruang lingkup pelaku usaha untuk mengedukasi konsumen semakin terbatas,” kata Garindra.

APVI menilai sejumlah pasal dalam PP 28/2024 dan peraturan turunannya, khususnya Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) patut dipertanyakan.

Salah satu pasal PP 28/2024 yang berpotensi semakin mengancam kelangsungan industri adalah ketentuan yang melarang penjualan produk tembakau alternatif di media sosial.

Selain itu, RPMK yang masih dalam tahap penyusunan juga memuat ketentuan mengenai kemasan polos produk tembakau dan rokok elektrik tanpa merek. Keduanya dinilai memberatkan usaha kecil dan menengah.

Merujuk PP 28/2023, Pasal 434 Ayaf F menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang menjual hasil tembakau dan rokok elektronik dengan menggunakan layanan website atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial”.

“Artikel-artikel saat ini bahkan lebih serius karena kami menggunakan media sosial untuk mengedukasi pengguna dewasa. Produk kami memenuhi unsur pendidikan, tapi jika iklan dilarang, bagaimana kami bisa melawan produk ilegal?” kata Garindra

Selain itu, kata dia, perilaku konsumen terhadap produk tembakau alternatif memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, penggunaan media sosial merupakan alat penting bagi wirausahawan untuk menjangkau konsumen dewasa dan mendorong pertumbuhan bisnis.

“Banyak pengguna dewasa kami menggunakan media sosial. Hal ini mempengaruhi kami saat ini. Kami telah melihat penurunan penjualan sebesar 50 persen dari bulan ke bulan pada tahun ini,” kata Garindra.

Di sisi lain, usia juga bisa diverifikasi di jejaring sosial. Para pelaku industri rokok elektrik juga aktif mencegah pembelian rokok elektrik oleh anak-anak. APVI juga memastikan bahwa rokok elektrik ditujukan hanya untuk pengguna dewasa dan anggotanya mematuhi peraturan batasan usia.

FYI, APVI merupakan bagian dari 20 organisasi lintas sektor industri tembakau yang menandatangani petisi penolakan ketentuan kemasan polos tanpa label di RPMK serta sejumlah pasal bermasalah di PP 28/2024 di Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) pada Rabu (11/9).

Penolakan tersebut terjadi karena kebijakan tersebut dibuat tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak perekonomian yang berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian nasional.

“Industri sangat prihatin saat ini. Regulasi yang telah disahkan jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor terkait,” kata VP Apindo Franky Sibarani, Rabu (11/09).

Di tengah stagnasi perekonomian nasional dan gelombang PHK, nasib industri produk tembakau alternatif mungkin akan mengikuti jejak industri manufaktur seperti industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki yang lebih dulu melakukan PHK.

Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan sedang membahas RPMK tentang keamanan produk tembakau dan produk rokok elektronik. Penyelesaian turunan PP 28/2024 direncanakan pada minggu ketiga September 2024.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours